Aceh Singkil |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Pada tanggal 28 september 2025, di tengah senyap nya proses penegakan hukum. Atas konflik agraria di aceh, satu suara menggema dari balik jeruji besi. “Yakarim Munir Lembong” (56), Ketua LBH-LMR-RI komda aceh singkil/subulussalam. Kini mendekam dalam tahanan, bukan karena korupsi. Bukan karena tindak kriminal, tapi karena iya berdiri membela hak masyarakat atas tanah mereka sendiri.
Penahanan “Yakarim”, di lakukan setelah adanya laporan dari PT. Delima Makmur anak perusahaan Asian Agri Group, salah satu raksasa perkebunan sawit. Yang beroperasi di kabupaten aceh singkil, atas tuduhan yang di arahkan kepadanya. Di nilai oleh banyak pihak, sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis agraria yang bersuara untuk kepentingan rakyat.
Ironisnya, sederet laporan balik. Yang di ajukan oleh “Yakarim”, kepada aparat penegak hukum. Yang mencakup dugaan penipuan, gratifikasi. Dan pelanggaran HGU, hingga kini terkesan mandek. Tak ada kejelasan, tak ada kemajuan berarti.
Sengketa, yang terus membusuk konflik agraria di kabupaten aceh singkil. Dan kota subulussalam, bukan cerita baru. Namun, hingga kini. Penyelesaian yang adil masih sebatas impian, di tengah-tengah lahan HGU. Yang terbentang luas, masyarakat justru hidup dalam ketimpangan.
Berdasarkan catatan LBH-LMR-RI, beberapa perusahaan perkebunan besar. Yang mengelola lahan ribuan hektar, di kabupaten aceh singkil belum memenuhi kewajiban hukum. Dan sosialnya, di antara lainnya : Penyediaan kebun plasma, untuk masyarakat sekitar implementasi program CSR. Yang transparan dan berkelanjutan
Ganti rugi atas tanah adat atau tanah ulayat, yang telah di gunakan secara turun-temurun.
“Ini bukan soal saya pribadi, ini soal hak ribuan masyarakat. Yang selama puluhan tahun hanya di janjikan, tapi tidak pernah di beri”. Ungkapnya, “Yakarim” dalam surat terbukanya dari rutan.
Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas?.. “Yakarim”, mengungkap. Bahwa iya telah melaporkan, berbagai dugaan pelanggaran kepada aparat penegak hukum : 1. Laporan dugaan penipuan ke kejaksaan negeri aceh singkil pada tanggal 6 juni 2023 beberapa tahun yang lalu, 2. Laporan dugaan gratifikasi, oleh perusahaan kepada oknum pejabat di bulan mei 2025 lalu. 3. Laporan pidana ke polda aceh, pada bulan september 2025 ini. 4. Gugatan perdata terhadap PT. Delima Makmur, di pengadilan negeri aceh singkil. Yang saat ini, sedang berjalan 2,5 bulan lamanya.
Namun, semua laporan tersebut. Mengalami stagnasi, bahkan seolah-olah di abaikan. Sementara, laporan perusahaan terhadap dirinya. Justru di proses cepat, hingga berujung pada penahanan.
“Mengapa yang memperjuangkan hak, malah di jerat hukum?. Di mana letak keadilan itu?, atau hukum kini hanya milik mereka. Yang punya kuasa, dan uang?”. Tanya-nya, oleh “Yakarim” dalam curhatannya.
Seruan revolusi HGU, dari balik jeruji besi. “Yakarim”, menyerukan “Revolusi HGU Perkebunan”. Sebuah seruan moral, bukan kekerasan. Sebuah ajakan, untuk membongkar praktik curang dan kebijakan yang tidak adil dalam pengelolaan HGU.
Iya menuntut : Pengukuran ulang seluruh lahan HGU, di kabupaten aceh singkil. Dan kota subulussalam, audit total atas pelaksanaan kewajiban plasma dan CSR oleh perusahaan keterlibatan aktif. Masyarakat, dalam setiap proses verifikasi dan pendataan HGU. Perlindungan hukum bagi masyarakat, yang berani menyuarakan haknya.
Tak lupa, “Yakarim” juga mendesak agar janji gubernur aceh. H, Muzakir Manaf. Untuk melakukan pengukuran ulang HGU, yang benar-benar di wujudkan. Bukan sekadar janji politik, menjelang kampanye.
Dukungan meluas, suara semakin kuat. Surat terbuka, “Yakarim”. Memicu gelombang dukungan dari berbagai elemen bangsa: Para tokoh agama, ulama. Dan ustaz dari kabupaten aceh singkil, organisasi mahasiswa. Dan aktivis pemuda LSM, praktisi hukum. Dan advokat nasional, tokoh nasional. Seperti hotman paris, Prof. Refly Harun, dan Rocky Gerung lembaga-lembaga negara. Seperti komnas HAM, komisi yudisial. Ombudsman RI, serta Komisi III DPR-RI.
“Ini bukan tentang legalitas saja, ini soal moralitas hukum. Kalau yang bersuara dikriminalisasi, jangan salahkan. Jika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap negara,” ujar seorang advokat senior yang ikut memantau kasus ini.
Keadilan yang retak, tapi belum hancur. Kasus “Yakarim”, hanyalah satu potret kecil dari ketimpangan struktural. Yang di alami oleh banyak aktivis agraria di indonesia, terutama di daerah dengan konflik HGU. Yang berlarut-larut, namun penyelesaiannya hanya berpihak pada pemilik modal.
> “Saya mungkin dikurung. Tapi suara saya tidak akan pernah dibungkam. Hukum boleh diam, tapi hukum alam akan bekerja pada waktunya. Jangan padamkan api perjuangan ini,” tulis Yakarim dalam penutup suratnya.
Saatnya bangun dari tidur panjang, apakah negara akan terus diam melihat ketidakadilan ini?. Apakah suara rakyat akan terus di kalahkan, oleh kekuasaan korporasi?
Kini saatnya pemerintah pusat, pemprov aceh. Penegak hukum, dan masyarakat sipil. Bersatu mengawasi dan membongkar pelanggaran HGU, yang selama ini. Di sembunyikan, di balik meja dan dokumen formalitas.
Karena jika perjuangan seperti ini, terus di bungkam. Maka indonesia bukan lagi negara hukum, tapi negara yang tunduk pada kuasa pemilik tanah dan uang.
(Pasukan Ghoib/Sumber : Redaksi Independen Aceh Untuk Keadilan Dan Kebenaran)

Scroll Untuk Lanjut Membaca
"Demi Tanah Rakyat, "Yakarim" Di Penjara : Keadilan Milik Siapa?".

Reporter: Perwakilan GWI Aceh