Tangerang | gabungnyawartawanindonesia.co.id – Dalam semangat menegakkan supremasi hukum dan melindungi hak-hak masyarakat sipil, Kepolisian Sektor (Polsek) Cikupa di bawah komando Polresta Tangerang mengambil langkah tegas dan terukur dengan memanggil empat perusahaan penyedia jasa penagihan utang (debt collector) yang beroperasi di wilayahnya. Pemanggilan ini dilaksanakan di Mapolsek Cikupa, Rabu (17/9/2025), sebagai bentuk respons cepat atas instruksi tegas Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah.
Kapolsek Cikupa, Kompol Johan Armando Utan, secara langsung memimpin forum dialog tersebut dengan nada tegas namun edukatif. Ia menekankan bahwa praktik penagihan utang harus berjalan di koridor hukum, berlandaskan norma sosial, dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Penarikan objek jaminan fidusia harus disertai dokumen resmi dan dilaksanakan oleh petugas yang memiliki legitimasi hukum. Tidak boleh ada cara-cara liar yang mengganggu ketertiban umum ataupun mencederai rasa aman masyarakat,” ungkap Kompol Johan dalam arahannya.
Dalam pertemuan tersebut, Polsek Cikupa menyampaikan kerangka hukum yang menjadi dasar legal praktik penagihan utang. Sejumlah regulasi krusial disebutkan, antara lain:
•Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
•Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
•Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021
•Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 beserta perubahannya
Berdasarkan regulasi tersebut, debt collector wajib membawa sejumlah dokumen sah saat menjalankan tugasnya, antara lain:
✔ Kartu identitas resmi dari perusahaan
✔ Sertifikat pelatihan profesi penagihan
✔ Surat tugas legal dan masih berlaku
✔ Bukti wanprestasi debitur
✔ Salinan sah sertifikat jaminan fidusia
“Ketidakhadiran dokumen lengkap menandakan praktik ilegal. Apalagi bila disertai kekerasan atau pemaksaan, maka bisa masuk ranah pidana,” tegas Kompol Johan dengan nada serius.
Kompol Johan juga menyoroti praktik penarikan kendaraan bermotor secara paksa di jalan umum yang marak terjadi. Ia menyebut tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, namun juga membahayakan keselamatan publik dan menimbulkan keresahan sosial.
“Penarikan kendaraan di jalan umum adalah bentuk pelanggaran hukum serius. Kami akan menindak tegas, tanpa kompromi,” tegasnya lagi.
Ia juga mengingatkan bahwa praktik penagihan yang disertai kekerasan, ancaman, atau penipuan dapat dijerat pasal pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335, 365, 368, hingga 378 KUHP.
Di akhir pertemuan, Kapolsek menekankan pentingnya pendekatan humanis dan profesional dalam setiap proses penagihan. Debt collector, menurutnya, harus menjadi solusi dalam penyelesaian sengketa utang-piutang, bukan sumber ketegangan baru.
“Tidak boleh ada penagihan disertai kekerasan verbal, fisik, ataupun upaya mempermalukan debitur di muka umum. Jaga etika, pegang teguh hukum, dan jalankan tugas dengan adab,” pesannya lugas.
Tak hanya itu, Kompol Johan juga mendorong perusahaan penyedia jasa penagihan untuk melakukan evaluasi internal dan pelatihan etika hukum secara berkala. Hal ini penting demi menciptakan SDM yang sadar hukum, berintegritas, dan bertanggung jawab.
Kegiatan ini bukan hanya bentuk penegakan hukum, tapi juga wujud komitmen institusional dalam menciptakan iklim sosial yang berkeadilan dan aman bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kami ingin membangun sinergi yang kuat antara kepolisian, pelaku usaha, dan masyarakat. Tujuannya satu: menghadirkan ekosistem ekonomi yang sehat, adil, dan bebas dari praktik intimidatif,” pungkas Kompol Johan.
Langkah strategis Polsek Cikupa ini mendapat apresiasi luas dari berbagai elemen masyarakat, yang menilai bahwa pendekatan preventif dan edukatif semacam ini perlu terus dikembangkan demi menekan potensi konflik di lapangan dan menjamin perlindungan hukum bagi seluruh warga negara. (Daenk)