Tabalong – gabungnyawartawanindonesia.co.id ll Kalimantan Selatan. Aroma penyalahgunaan wewenang kembali mencuat, kali ini melibatkan sejumlah oknum dari Polres Tabalong yang diduga melakukan tindakan intimidatif tanpa dasar hukum yang sah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Skandal di Tabalong: Oknum Polisi Diduga Langgar Aturan Kapolri, Intimidasi Warga Tanpa LP

Peristiwa terjadi di Simpang Lampu Merah Sulingan, Kabupaten Tabalong, saat seorang pria—sebut saja inisial (I)—sedang dalam perjalanan menuju pertemuan di rumah salah satu warga. Tanpa adanya surat laporan polisi (LP) yang sah, sekitar tiga unit kendaraan dinas milik Polres Tabalong dengan membawa 10 hingga 15 anggota polisi mendatangi lokasi. Diduga kuat, aparat langsung melakukan tindakan represif terhadap (I), yang kala itu berada di sebuah salon rambut.

Belum cukup sampai di situ, seorang perempuan bernama Anita Ariani, yang diketahui sebagai ASN aktif di Mal Pelayanan Publik Tabalong, bersama keluarganya turut datang dan memaksa (I) menyerahkan kendaraan serta mengintimidasi secara verbal dan fisik. Ironisnya, Anita Ariani mengklaim telah menikah secara siri dengan (I) sejak 28 Desember 2021—status pernikahan yang tidak diakui secara hukum negara.

Tindakan aparat pun makin mencurigakan. Meski tidak memiliki LP yang sah, mereka tetap memaksa membawa (I) ke Polres dengan tim dalih “menindaklanjuti laporan”. Ketika dipertanyakan dasar hukum penindakan tersebut, tidak satu pun anggota menunjukkan dokumen resmi, bahkan baru meminta Anita Ariani membuat laporan pencurian di tempat.

“Iya saya tanya, mana LP-nya? Mereka enggak punya. Saya bilang ini urusan rumah tangga. Mobil itu milik bersama. Polisi enggak ada hak intervensi. Tapi mereka malah bilang ‘kami ada di sini, berarti ini urusan kami juga,” ungkap (I) dalam wawancara eksklusif dengan awak media.

Baru setelah (I) melakukan komunikasi via WhatsApp ke Kapolda Kalsel dan menghubungi Propam, ketegangan mulai mereda. Oknum aparat kemudian mengajak (I) untuk berdiskusi di Polres Tabalong.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Polres Tabalong maupun instansi terkait. Namun, peristiwa ini menyisakan catatan serius tentang abainya prosedur hukum dan dugaan pelanggaran peraturan Kapolri, khususnya dalam penanganan kasus yang menyangkut urusan rumah tangga serta penggunaan kekuatan aparat tanpa dasar hukum yang jelas.

Lebih dari sekadar insiden, kasus ini menjadi refleksi buram terhadap profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum, serta memperlihatkan lemahnya kontrol internal terhadap penyalahgunaan kewenangan.

Pemerintah daerah, khususnya Pemkab Tabalong, didesak mengambil sikap tegas terhadap oknum ASN yang terlibat dalam konflik pribadi menggunakan jalur aparat, apalagi dalam status pernikahan yang tidak sah secara hukum.

Hukum bukan alat kekuasaan. Ia harus dijalankan secara adil, terbuka, dan tanpa diskriminasi—bukan justru digunakan untuk menekan warga sipil yang tidak memiliki kuasa. Masyarakat butuh kepastian hukum, bukan intimidasi berseragam.(Red)

Reporter: NING SULIS