Sampang I |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Kota sampang kembali, bergemuruh oleh semangat budaya pada Sabtu malam, 12 Juli 2025. Ribuan warga berkumpul di Alun-alun Trunojoyo dalam gelaran akbar Ritmik Madura 2025, sebuah panggung seni yang menyuarakan cinta akan warisan lokal bertema “Merayakan Bunyi, Menghidupkan Rasa.”

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Semarak Budaya Di Alun-Alun Sampang, Ritmik Madura Jadi Ruang Cinta Tradisi.

Acara ini merupakan hasil kolaborasi erat antara grup seni Kasokan dan Karang Taruna Kabupaten Sampang, yang turut menggandeng berbagai elemen daerah.

Hadir langsung dalam kesempatan tersebut, Bupati Sampang H. Slamet Junaidi bersama Wakil Bupati H. Ahmad Mahfudz. Jajaran Ketua dan anggota DPRD Sampang, kepala OPD, camat dari seluruh kecamatan, serta perwakilan DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai NasDem turut menyaksikan kehangatan budaya malam itu.

Di atas panggung yang dihiasi unsur etnik khas Madura, para seniman lokal menampilkan beragam atraksi—dari musik tradisional, tarian daerah, hingga pertunjukan ekspresi budaya yang hidup.

Setiap denting dan gerakan menjadi simbol bahwa budaya Madura masih tumbuh dan berakar kuat.

Dalam sambutannya, Bupati H. Slamet Junaidi menyampaikan rasa bangganya terhadap inisiatif dan semangat anak muda Sampang yang ikut menghidupkan budaya melalui acara ini.

“Acara ini menunjukkan bahwa budaya Madura bukan sekadar kenangan, tapi warisan yang terus hidup. Ini adalah bukti bahwa kolaborasi komunitas seperti Kasokan dan Karang Taruna mampu membawa perubahan,” katanya disambut tepuk tangan warga.

Ia menekankan bahwa menjaga budaya lokal di tengah terpaan budaya luar bukan hal yang mudah. Diperlukan kebijaksanaan kolektif untuk tetap bangga pada jati diri sebagai orang Madura.

“Jangan pernah malu mengakui siapa kita. Kita punya bahasa, nilai, dan tradisi yang berbeda. Justru itu kekuatan kita,” tegasnya di hadapan para generasi muda.

Bupati juga menitipkan pesan mendalam agar anak-anak muda Madura terus menanamkan rasa cinta terhadap budaya leluhur, dan tidak tercerabut oleh modernisasi yang menggerus akar identitas.

Lebih dari sekadar panggung hiburan, malam budaya itu juga menjadi momentum kepedulian. Bupati sampang menyempatkan diri memberikan santunan kepada sejumlah anak yatim yang hadir di lokasi. Momen itu menjadi gambaran bahwa pelestarian budaya sejalan dengan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang luhur.

“Budaya bukan hanya ekspresi, tapi juga wujud empati,” ujar seorang warga yang ikut larut dalam suasana haru.

Kehadiran pemimpin daerah dalam nuansa hangat seperti ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tidak berjalan sendiri. Ia menjadi gerakan bersama, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan komunitas secara menyatu.

Ritmik Madura tidak hanya hadir sebagai agenda tahunan, tetapi berkembang menjadi ruang budaya yang menyatukan lintas generasi. Alunan gamelan, tembang tradisional, hingga gerakan tari menjadi bahasa penyambung masa lalu dengan masa kini.

“Budaya Madura ini ibarat akar. Selama akarnya kuat, pohonnya akan tumbuh, meski angin zaman terus berubah,” ujar salah satu tokoh pemuda dari Karang Taruna yang terlibat dalam acara tersebut.

Bupati berharap agar kegiatan semacam ini tidak berhenti di satu waktu, melainkan bisa digelar berkelanjutan dengan semangat kreatif yang terus diperkuat.

Di tengah derasnya arus globalisasi, Ritmik Madura 2025 menjadi pengingat bahwa budaya lokal tidak boleh dilupakan. Ia adalah identitas yang harus dipelihara, diwariskan, dan dibanggakan.

Dengan kolaborasi pemerintah, seniman, pemuda, dan masyarakat, upaya pelestarian budaya menjadi lebih dari sekadar wacana. Ia menjelma menjadi semangat kolektif yang membumi dan menyala di hati banyak orang.

Dan di malam yang penuh bunyi itu, Sampang sekali lagi menunjukkan bahwa Madura bukan sekadar nama, tetapi nadi yang terus berdetak lewat warisan tradisinya.

(Red/Pewarta : AMIN J)

Reporter: Perwakilan GWI Aceh