Cilegon, Banten — gabungnyawartawanindonesia.co.id ll Di balik gegap gempita pembangunan dan geliat ekonomi Kota Cilegon sebagai kawasan industri strategis, tersembunyi persoalan sosial yang mencemaskan: praktik prostitusi terselubung. Masalah ini bukan sekadar soal moral, tetapi juga mencerminkan kesenjangan sosial, minimnya akses ekonomi, dan eksploitasi terhadap perempuan yang berada dalam posisi rentan.
Fenomena tersebut kembali mencuat ke permukaan setelah Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten berhasil mengungkap praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berlangsung di salah satu hotel di Cilegon, Jumat malam (13/06/2025) sekitar pukul 22.00 WIB. Dalam operasi tersebut, sejumlah perempuan diamankan dan diduga menjadi korban eksploitasi seksual, sementara para pelaku yang mengkoordinir kegiatan prostitusi ikut ditangkap.
Modus yang digunakan beragam, mulai dari pemesanan jasa prostitusi melalui aplikasi chatting hingga praktik terselubung di tempat-tempat usaha yang berkedok spa refleksi, pijat plus-plus, dan salon kecantikan.
Ancaman Hukum untuk Pelaku & Mucikari
Pihak kepolisian menegaskan bahwa pelaku yang mengoordinir atau berperan sebagai mucikari (perantara atau pihak yang mengatur prostitusi) dapat dijerat dengan hukuman berat.
Mengacu pada:
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO,
* Pasal 2:
*Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, kekerasan, penculikan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual komersial, dapat dipidana dengan hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda hingga Rp600 juta.*
KUHP Pasal 296 dan 506** juga mengatur:
* Pasal 296 KUHP:
*Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam pidana penjara sampai 1 tahun 4 bulan.*
* Pasal 506 KUHP:
*Barang siapa mengambil keuntungan dari prostitusi perempuan dan hidup dari hasil tersebut, diancam kurungan hingga 1 tahun.*
Dengan kombinasi hukum ini, para mucikari atau koordinator jaringan prostitusi yang memfasilitasi, menjual, dan mengeksploitasi perempuan demi keuntungan pribadi dapat dikenai hukuman ganda — baik sebagai pelaku perdagangan orang maupun pelaku tindak pidana cabul dan eksploitasi.
Tanggung Jawab Pemilik Tempat Usaha
Pemilik hotel, spa, salon, atau tempat usaha lainnya yang dengan sadar menyewakan atau membiarkan tempatnya digunakan untuk prostitusi juga tidak luput dari jeratan hukum. Jika terbukti terlibat, mereka dapat dijerat sebagai bagian dari jaringan TPPO atau dikenakan sanksi administratif dan pidana sesuai UU yang berlaku.
Penutup:
Operasi semacam ini akan terus dilakukan Polda Banten demi memutus mata rantai perdagangan orang dan prostitusi terselubung di wilayah hukum Banten. Namun lebih dari sekadar penindakan, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan juga didesak untuk menyediakan solusi preventif — mulai dari pemberdayaan ekonomi perempuan hingga edukasi sosial dan moral yang berkelanjutan.(yovyyo)