Stabat – gabungnyawartawanindonesia.co.id ll Tak ada ruang bagi pembunuh berdarah dingin. Gembira Surbakti (41), pria yang tega menghabisi nyawa menantunya sendiri dengan cara biadab, akhirnya diseret ke meja hijau. Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Stabat, Kamis (12/6/2025), dalam suasana yang sarat emosi dan amarah. Agenda: pemeriksaan saksi. Isinya: pengakuan memilukan, teriakan kemarahan, dan air mata duka.
Tragedi ini terjadi Jumat pagi, 14 Februari 2025. Frandi Sembiring (26), korban, baru bersiap berangkat kerja ketika maut mengetuk pintu rumah—secara harfiah. Mertuanya, Gembira, naik pitam hanya karena mendengar suara pintu dibanting. Tanpa pikir panjang, kelewang di tangan jadi alat pembantaian. Leher, punggung, dan tubuh Frandi ditebas hingga tak bernyawa, bersimbah darah di teras rumahnya sendiri.
“Kubunuh kalian semua!”
Itulah teriakan yang dikutip saksi pertama, Mayang Rianti br Surbakti—istri korban, yang juga anak pelaku. Dengan suara tercekat, Mayang di ruang sidang menjelaskan detik-detik mengerikan saat sang suami dipanggil keluar rumah, lalu langsung dihajar kelewang di bagian vital. Gembira tak memberi ampun. Setelah puas mengoyak tubuh korban, ia kabur begitu saja.
Jeritan Mayang mengguncang pagi yang hening. Warga sekitar berhamburan keluar. Salah satunya, Antoni Purba, saksi kedua, yang mengaku menemukan Frandi sudah sekarat dalam pelukan istrinya. “Matanya kosong. Frandi sepertinya sudah tidak bernapas,” ujarnya.
Saksi ketiga, Asli Sembiring, turut membantu membawa korban ke fasilitas medis. Namun semuanya terlambat. Frandi telah tiada—dibantai seperti hewan oleh ayah dari istrinya sendiri.
“Anak kami dibunuh seperti binatang!”
Suara duka itu menggema di ruang sidang. Keluarga korban menuntut hukuman paling berat: mati. Mereka tak bisa menerima alasan konyol bahwa nyawa anak mereka melayang hanya karena sebuah pintu dibanting.
Jaksa Penuntut Umum, yang terdiri dari Zakiri SH, Ari Syahputra SH, M Farurozi SH, dan Desi SH, membacakan hasil visum secara detail. Luka bacok yang menganga, arah tebasan yang konsisten, dan posisi korban menunjukkan tindakan yang disengaja dan terencana.
“Terdakwa melakukan pembunuhan dengan penuh kesadaran dan niat menghabisi nyawa korban,” tegas jaksa.
Pasal yang digunakan pun tidak main-main: Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman mati.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Abraham SH, MH, dalam pengawalan ketat. Gembira tampak dingin dan memilih bungkam sepanjang proses. Kuasa hukumnya hanya meminta waktu untuk menyusun eksepsi.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Di luar ruang sidang, keluarga korban hanya berharap satu hal: keadilan yang tak bisa dibeli, dan hukuman yang setimpal untuk pelaku keji ini.
Laporan: Zoel Idrus
gabungnyawartawanindonesia.co.id