Jakarta, gabungnyawartawanindonesia.co.id., –
Sabtu.18/10/2025, Seorang warga Kabupaten Jembrana, Ni Wayan Dontri, melalui kuasa hukumnya Veronika L. Giron, S.H. dari Lusiana Giron & Partners, melayangkan surat keberatan dan permohonan pembatalan terhadap keputusan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali.
Langkah Hukum tersebut dilakukan menyusul terbitnya Surat Keputusan (SK) *No.130/Pbt/BPN.51/VIII/2025* tanggal 8 Agustus 2025, yang berisi pembatalan Sertifikat Hak Milik *(SHM) No.7395/*;
Desa Penyaringan atas lahan seluas 17.700 meter persegi miliknya.
Kuasa Hukum: Ada Dugaan Cacat Prosedur dan Pelanggaran Asas Pemerintahan
Kuasa Hukum Dontri, Veronika Giron, menilai keputusan pembatalan tersebut tidak sesuai prosedur administrasi dan berpotensi melanggar asas kepastian Hukum serta asas kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang *Nomor 30 Tahun 2014* tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurutnya, pembatalan sertifikat yang telah diterbitkan sejak 19 Desember 2018 seharusnya tidak bisa dilakukan secara administratif, karena telah melewati batas waktu 5 ( lima ) tahun, sebagaimana ketentuan *Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997* tentang Pendaftaran Tanah.
“Jika sudah melampaui masa lima tahun, maka sengketa kepemilikan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme peradilan,” ujar Veronika Jumat (17/10/2025).
Ia juga menambahkan, berdasarkan data peta bidang interaktif ATR/BPN dan aplikasi

Scroll Untuk Lanjut Membaca
MAKIN PANAS !!! Warga Jembrana Lawan BPN Bali! Ungkap KEJANGGALAN Pembatalan SHM yang Sudah 5 TAHUN !!!

“Sentuh Tanahku”, lahan milik kliennya tercatat memiliki Nomor Induk Bidang (NIB) 05268, sedangkan tanah atas nama pihak lain, Sylvia Ekawati, berada di NIB 02393.
“Berdasarkan data resmi dari sistem pertanahan Nasional tersebut, tidak terdapat indikasi adanya tumpang tindih (overlapping) antara kedua bidang tanah dimaksud, baik dari sisi koordinat geografis maupun peta bidang yang terdaftar. Dengan demikian, secara Hukum, status dan batas kepemilikan tanah klien kami adalah sah dan terdaftar secara valid di ATR/BPN,” ujar Vera menegaskan.

Permohonan Keberatan Resmi Diajukan
Melalui Surat Keberatan *Nomor 07/SK-LGF/MD/VII/2025*, pihak Dontri mengajukan 3 (tiga) poin utama kepada BPN, yakni:
1.Meninjau kembali dan membatalkan SK No.130/Pbt/BPN.51/VIII/2025;
2.Memulihkan kembali status hukum SHM No.7395/Desa Penyaringan atas nama Ni Wayan Dontri;
3.Melakukan evaluasi etik dan administrasi terhadap pejabat BPN yang mengeluarkan keputusan tersebut.
“Langkah ini kami tempuh bukan semata demi kepentingan pribadi, tetapi untuk memastikan agar hak-hak masyarakat atas tanah dapat terlindungi sesuai hukum,” kata Veronika.
BPN Bali Belum Berikan Tanggapan Resmi

Hingga berita ini ditayangkan, pihak Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali belum memberikan keterangan resmi terkait surat keberatan tersebut.
Tim awak media telah berupaya menghubungi pejabat terkait untuk mendapatkan klarifikasi, namun belum memperoleh jawaban.
Sementara itu, sejumlah pemerhati Hukum agraria menilai bahwa setiap keputusan administratif di bidang pertanahan harus dilakukan secara hati-hati dan transparan, mengingat implikasinya yang langsung menyentuh hak kepemilikan masyarakat.
Potensi Sengketa dan Perlindungan Hukum Warga
Kasus ini berpotensi menjadi sengketa agraria baru jika tidak segera diklarifikasi secara terbuka. Dalam konteks Hukum administrasi, masyarakat yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengajukan keberatan, banding, atau gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).

“Setiap keputusan pemerintah yang berdampak pada hak warga harus dapat diuji secara Hukum. Itu bagian dari prinsip akuntabilitas Publik,” ujar seorang akademisi hukum dari Denpasar yang dimintai pendapat secara terpisah.

Upaya Transparansi dan Kepastian Hukum
Peristiwa ini kembali menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan Hukum dalam tata kelola pertanahan, terutama di daerah yang memiliki dinamika agraria tinggi seperti Bali.
Masyarakat berharap BPN Bali dapat memberikan penjelasan terbuka atas dasar pertimbangan Hukum pembatalan sertifikat tersebut, agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap lembaga pertanahan.
Penutup.

( Rls / Tim / Red )

Reporter: Yunus Bond