Pangkal Pinang |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Polemik kasus dugaan maladministrasi medis, yang berujung pada kematian seorang pasien anak bernama Aldo di RSUD Depati Hamzah. Pangkal pinang terus bergulir, penetapan satu dokter spesialis anak. **Dr, Ratna Setia Asih, Sp.A.**, sebagai tersangka justru memantik gelombang protes dari sejumlah elemen masyarakat dan organisasi pers di Bangka Belitung.
Hari ini, kamis 11/9/2025. Tiga tokoh organisasi—**Kurniadi Ramadani** (Ketua Aliansi Masyarakat Cinta Bangka Belitung/AMC Babel), **Indra Jaya** (Ketua DPD PWOIN Kota Pangkalpinang), dan **Slamet Riyadi** (Ketua Dewan Koordinasi Daerah Transformasi Indonesia)—mendatangi ruang kerja Kapolda Kepulauan Bangka Belitung. Mereka menyerahkan laporan pengaduan resmi yang menyoroti dugaan diskriminasi penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Langkah ini ditempuh setelah sebelumnya, Jumat (5/9/2025), laporan mereka ditolak oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Babel. Penolakan itu disampaikan langsung oleh Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Babel, **AKBP M. Iqbal Subekti**, dengan alasan penetapan tersangka terhadap dr. Ratna didasarkan pada rekomendasi **Majelis Disiplin Profesi (MDP) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)**.
Rekomendasi tersebut hanya menyebut nama dr. Ratna untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan, meskipun terdapat tujuh tenaga medis lain yang diduga terlibat.
*Delapan Nama, Hanya Satu Jadi Tersangka*
Menurut dokumen setebal puluhan halaman yang mereka serahkan, penanganan medis terhadap pasien Aldo melibatkan **delapan tenaga medis** dari berbagai fasilitas kesehatan—mulai dari klinik, rumah sakit swasta, hingga RSUD Depati Hamzah.
Namun hanya satu nama yang berujung pada status tersangka, yakni dr. Ratna.
Ada pun tujuh nama lain yang tercantum dalam laporan adalah:
* **dr. Novi**, dokter umum yang bertugas di dua fasilitas kesehatan berbeda, * **dr. Kuncoro Bayu Aji**, Spesialis Jantung RSBT,
* **dr. Muhammad Basri**, * **dr. Aditya Fresno Dwi Wardhana**, * **dr. Indria Savitri**, dokter umum RSUD Depati Hamzah, * serta **dr. Della Rianadita**, Direktur RSUD Depati Hamzah.
Laporan itu menegaskan bahwa dugaan kelalaian medis bermula sejak tahap awal, yakni tidak adanya surat rujukan berjenjang dari dokter umum ke dokter spesialis.
Kondisi ini dinilai membuat seluruh rangkaian tindakan medis para dokter spesialis kehilangan dasar legal formal.
Tidak hanya itu, Direktur RSUD Depati Hamzah, dr. Della, juga disebut lalai karena diduga membiarkan kondisi kritis pasien tanpa tindakan cepat.
Bahkan, ia dinilai memiliki hubungan langsung dengan dokter spesialis jantung yang semestinya segera menangani pasien.
*Tudingan Diskriminasi dan Kriminalisasi*
Ketua AMC Babel, **Kurniadi Ramadani**, menegaskan bahwa rekomendasi MDP KKI tidak seharusnya menutup ruang bagi kepolisian untuk melakukan pengembangan kasus.
Iya menilai penetapan tersangka tunggal justru menciptakan kesan diskriminasi hukum.
“Dalam penanganan kasus Aldo ini, ada delapan tenaga medis yang terlibat. Tetapi yang direkomendasikan hanya satu orang. Ini seakan-akan ada upaya kriminalisasi terhadap satu tenaga medis, sementara keterlibatan pihak lain diabaikan,” kata Dani, usai menyerahkan laporan kepada Kapolda Babel.
Menurutnya, logika keadilan menjadi timpang jika hanya satu dokter diproses hukum, padahal tanggung jawab medis bersifat kolektif dan melibatkan banyak pihak.
“Bagaimana mungkin hanya satu orang yang ditetapkan tersangka, sementara peran dokter-dokter lain dalam perawatan pasien sudah terang benderang? Apakah ini adil?” tegasnya.
*Tuntutan Pemeriksaan Ulang*
Dalam surat pengaduan tersebut, para pelapor meminta Kapolda Babel untuk meninjau kembali proses penyidikan kasus Aldo.
Mereka mendesak agar tujuh dokter lain yang disebut namanya ikut diperiksa, agar tidak muncul dugaan adanya rekayasa hukum atau kepentingan tertentu yang mengorbankan satu individu.
“Kami berharap Kapolda dapat meninjau atau melakukan pemeriksaan ulang terhadap seluruh tenaga medis yang terlibat. Jangan sampai ada unsur rekayasa dalam perkara ini sehingga hanya satu tenaga medis yang dikriminalisasi,” pungkas Dani.
Kasus ini pun kini menjadi sorotan publik Bangka Belitung. Selain menyangkut integritas penegakan hukum, perkara ini juga menyinggung kredibilitas dunia medis, khususnya dalam hal tanggung jawab kolektif tenaga kesehatan terhadap keselamatan pasien.
Apakah kapolda babel akan membuka kembali ruang penyidikan terhadap tujuh dokter lainnya atau tetap berpegang pada rekomendasi MDP KKI, masih menjadi tanda tanya besar.
Namun satu hal pasti, desakan masyarakat agar kasus ini diusut tuntas semakin menguat.
(Red/KBO Babel)