Gabungnyawartawanindonedia.co.id

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Laporan Faktual Nasional: Kelangkaan Solar Bersubsidi dan Dugaan Penyimpangan Distribusi

LAPORAN RESMI

Perihal: Data Faktual Kelangkaan Solar Bersubsidi Nasional

Kepada: Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia

Dari: Media Aktivis Indonesia / Tim Pemantau Kebijakan Publik bersama Aliansi Cyber Pers Aktivis Indonesia

Tanggal: 23 November 2025

 

 

I. PENDAHULUAN

 

Sehubungan dengan meningkatnya keluhan masyarakat, pelaku logistik, transportasi umum, serta nelayan mengenai kelangkaan solar bersubsidi di berbagai daerah, dengan ini kami menyampaikan laporan faktual kepada Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia sebagai bahan perhatian dan tindak lanjut.

 

Laporan ini disusun berdasarkan data resmi BPH Migas, DPR RI, serta temuan lapangan yang dihimpun oleh Tim Pemantau Kebijakan Publik.

 

 

II. DATA FAKTUAL PENYALURAN SOLAR BERSUBSIDI (NASIONAL)

 

1. Realisasi Penyaluran

 

Realisasi penyaluran solar subsidi hingga Oktober 2024 mencapai 13,9 juta KL atau 77,6% dari kuota nasional.

 

Kuota solar subsidi tahun anggaran 2024 sebesar 19 juta KL.

 

2. Koreksi & Pengawasan Penyaluran

 

BPH Migas mencatat koreksi penyaluran sebesar 3.224.734 KL (Januari–Oktober 2024) yang dinilai tidak sesuai peruntukan.

Estimasi penghematan subsidi dari koreksi tersebut mencapai Rp 25,6 miliar.

 

Pengawasan dilakukan melalui uji petik di 645 SPBU dan pemantauan CCTV di 195 SPBU.

 

3. Rencana Pengetatan Distribusi Tahun 2025

 

Batas pembelian solar subsidi per kendaraan:

 

Roda 4: 60 liter/hari

 

Roda 6: 80 liter/hari

 

> 6 roda: 200 liter/hari

 

Verifikasi akan dilakukan berbasis nozzle-based monitoring.

 

Penggunaan QR Code tetap menjadi syarat utama pembelian BBM bersubsidi.

 

 

III. ANALISIS PENYEBAB KELANGKAAN

 

1. Disparitas harga yang signifikan antara solar subsidi dan nonsubsidi.

 

2. Kenaikan permintaan yang tidak sebanding dengan kuota yang tersedia.

 

3. Penyalahgunaan distribusi, termasuk pembelian berlebih dan indikasi penimbunan.

 

4. Potensi pengurangan suplai ketika harga minyak dunia meningkat.

 

5. Tingginya ketergantungan sistem logistik nasional terhadap BBM bersubsidi.

 

 

IV. DAMPAK SOSIAL & EKONOMI

 

1. Antrian panjang kendaraan logistik dan transportasi umum.

 

2. Gangguan distribusi barang yang berpotensi memicu kenaikan harga kebutuhan pokok.

 

3. Nelayan mengalami hambatan aktivitas melaut akibat pembatasan pembelian solar.

 

4. Kenaikan biaya distribusi yang berdampak langsung pada beban ekonomi masyarakat.

 

 

V. REKOMENDASI

 

1. Pemerintah disarankan mempertimbangkan penambahan kuota solar bersubsidi pada APBN-P 2025.

 

2. Memperluas pengawasan dan audit distribusi pada SPBU yang terindikasi rawan penyimpangan.

 

3. Memperketat penggunaan QR Code berbasis nomor polisi untuk mencegah pembelian ganda.

 

4. Memperkuat koordinasi antara Pertamina, BPH Migas, Kepolisian, TNI AL, dan Pemerintah Daerah.

 

5. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SPBU yang menunjukkan anomali distribusi.

 

 

VI. PENUTUP

 

Demikian laporan ini disampaikan pada tanggal 23 November 2025 sebagai bentuk komitmen untuk memastikan distribusi BBM bersubsidi tetap tepat sasaran serta mendukung stabilitas energi nasional.

Kami siap memberikan data tambahan apabila diperlukan oleh Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

 

Redaksi: Eni / M. Sutisna

 

 

 

 

Reporter: By ENI