Bengkayang,gabunganwartawanindonesia.co.id-Kalbar, – Klarifikasi Pemerintah Kabupaten Bengkayang melalui Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Yohanes Atet, yang disampaikan di salah satu media online Bordertv.online justru menuai kritik tajam,sungguh sangat memalukan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Klarifikasi Bapenda Bengkayang Soal PBB-P2 Dinilai Menyesatkan, Warga Desak Transparansi

 

Seharusnya klarifikasi pemberitaan awal melalui media compasnews.com,bukan melalui media lain diduga Media tersebut mitra Bappeda Bengkayang sehingga dengan mudahnya menyanggah pemberitaan,jika melalui media lain justru akan memicu adanya kesalahpahaman sesama jurnalis di Kabupaten Bengkayang,sungguh sangat di sayangkan.

 

Pasalnya, klarifikasi tersebut dianggap tidak menjawab keresahan warga terkait lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 200 hingga 579 persen dalam dua tahun terakhir.

 

Klarifikasi dari pihak Bapenda Bengkayang justru gabunganwartawanindonesia.co.idDipertanyakan

 

Dalam pernyataannya, Atet menegaskan tidak ada kenaikan tarif PBB-P2, melainkan hanya penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdasarkan harga pasar wajar.

 

Namun, masyarakat menilai pernyataan tersebut menyesatkan karena faktanya tagihan PBB naik drastis. Data resmi menunjukkan, tahun 2023 warga hanya membayar Rp12.632. Pada 2024 naik menjadi Rp22.968, dan pada 2025 kembali melonjak hingga Rp85.700.

 

Seorang warga Bengkayang yang enggan disebutkan namanya menilai klarifikasi itu sebagai bentuk pengelabuan.

 

“Faktanya PBB naik ratusan persen. Kami ingin tahu dasar hukumnya, bagaimana mekanisme penilaian NJOP, dan ke mana uang pajak ini digunakan. DPRD juga harus menjelaskan, karena dalam Perda No. 14 Tahun 2023 jelas ada aturan penghapusan denda keterlambatan,” tegasnya.

 

Delapan Pertanyaan Publik yang Belum Terjawab

 

Warga Bengkayang kini mendesak Bapenda Bengkayang dan DPRD agar segera menjawab delapan pertanyaan krusial berikut:

Apa dasar penetapan kenaikan NJOP hingga berdampak pada lonjakan PBB-P2 200–579%?

Apakah ada kajian sosial-ekonomi sebelum penyesuaian NJOP?

Bagaimana mekanisme penilaian NJOP—survei lapangan atau sekadar peta nilai tanah umum?

Apakah kenaikan PBB ini telah dibahas dengan DPRD?

Adakah opsi keringanan atau keberatan bagi warga yang keberatan?

Mengapa tidak dilakukan kenaikan bertahap, misalnya 10–20% per tahun?

Apakah dokumen perhitungan NJOP dan tarif PBB-P2 dibuka secara transparan?

Bagaimana solusi bagi warga yang tidak mampu membayar akibat lonjakan ini?

Pengamat: Klarifikasi Pemda Bentuk Pembodohan

 

Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, SH, menilai klarifikasi Pemda kontraproduktif.

 

“Pada intinya, yang terjadi adalah kenaikan. Pemda aktif menaikkan NJOP yang otomatis berdampak pada PBB. Menyebut itu hanya ‘penyesuaian’ adalah bentuk pembodohan masyarakat. Harusnya ada forum publik terbuka agar warga paham dasar kenaikan ini,” ujar Herman.

 

Menurutnya, Pemda kurang peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit. Jika tidak ada penjelasan terbuka, kebijakan ini berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

 

Desakan Transparansi

Masyarakat dan pengamat kini menuntut DPRD Bengkayang segera memanggil pihak Bapenda untuk memberikan penjelasan terbuka terkait:

dasar hukum penyesuaian NJOP,

dampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat kecil, dan

arah penggunaan dana PBB yang melonjak signifikan.

 

“Rakyat sedang menjerit mencari uang. Jangan sampai kebijakan ini menjadi beban baru dan menimbulkan krisis kepercayaan,” pungkas Herman.

 

 

Pewarta : *Rinto Andreas

Reporter: GWI Kalbar Perwakilan GWI Kalbar