GabungnyawartawanIndonesia.co.id | Langkat – Kepala Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Imran SPdI, telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh PN Tipikor Medan terkait kasus korupsi alih fungsi Kawasan Hutan Suaka Margasatwa. Namun, hingga kini Jaksa Penuntut Umum belum menahan Imran, memicu keresahan warga dan pertanyaan publik soal penegakan hukum.
Bukan hanya masalah hukum, di desanya Imran bertindak sewenang-wenang: mengganti pengurus Kelompok Tani Tumbuh Subur tanpa musyawarah, mencopot Sekretaris Desa Khairunnisa, dan menunjuk adik kandungnya sebagai pengganti – semua dilakukan tanpa prosedur resmi. Surat Camat Tanjung Pura yang memerintahkan pengembalian jabatan Sekdes pun diabaikan.
“Dia bertindak seenaknya. Surat camat pun diabaikan. Kami di BPD disalahkan atas keresahan warga, padahal semua keputusan sepihak itu dari kades,” ujar Ketua BPD Tapak Kuda, Syaiful Bahri Hasibuan, Rabu (01/10/2025).
Warga pun menuding ada perlindungan tertentu yang membuat Imran bebas berkeliaran. “Kami masyarakat awam tidak mengerti hukum, tapi jelas kades sudah divonis 10 tahun. Kenapa masih bebas? Ada apa dengan jaksa?” ujar Wanda, warga Tapak Kuda.
Pengamat hukum Harianto Ginting SH MH menegaskan bahwa meski kasasi masih berjalan, Jaksa wajib menahan terpidana. “Tidak menahan Imran menimbulkan kesan hukum bisa ditawar dan melindungi koruptor besar,” katanya.
Masyarakat desa menuntut Kejati Sumut segera menahan Imran dan mendesak Bupati Langkat mencopotnya. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, warga siap menggelar aksi protes di PN Tipikor Medan, Kejati Sumut, dan Kejari Langkat.
Kasus ini menyoroti masalah serius dalam penegakan hukum: vonis pengadilan diabaikan, koruptor bebas berkuasa, dan aparat hukum terkesan bungkam di tengah keresahan publik.
Editor: Rudi Hartono