
Subulussalam |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Pada tanggal 11 oktober 2025, Salah satu sifat buruk manusia yang semakin sering muncul di tengah masyarakat adalah kecenderungan menghasut orang lain untuk ikut membenci seseorang yang dibencinya. Di kota subulussalam, yang di kenal dengan nilai kekeluargaan dan solidaritasnya, fenomena ini mulai menjadi racun sosial yang merusak kepercayaan dan hubungan antar warga.
Hasutan ini umumnya dimulai dari konflik pribadi yang tidak terselesaikan secara dewasa. Alih-alih mencari penyelesaian langsung atau berdialog, pelaku justru memilih menyebarkan cerita sepihak, memelintir fakta, dan menggiring opini negatif terhadap orang yang menjadi sasaran kebenciannya.
> “Kau harus tahu siapa dia sebenarnya.”
> “Jangan percaya sama dia, aku sudah tahu kelakuannya.”
Ungkapan-ungkapan seperti itu sering kali terdengar dalam obrolan santai, baik di warung kopi, lingkungan kerja, hingga di grup percakapan digital. Celakanya, banyak orang yang langsung mempercayai tanpa klarifikasi, dan ikut-ikutan menyebarkan narasi negatif tersebut.
Konflik Pribadi, Korban Kolektif yang semula merupakan konflik pribadi, lambat laun berubah menjadi perpecahan kelompok atau komunitas. Masyarakat mulai terpolarisasi, memilih pihak, dan bahkan menjauhi individu yang ditargetkan, meskipun mereka tidak pernah mengalami persoalan langsung dengannya.
Dalam banyak kasus, orang yang menjadi korban hasutan bahkan tidak menyadari bahwa ia sedang dijadikan target kebencian kolektif. Nama baiknya tercemar, reputasinya hancur, dan relasi sosialnya terganggu tanpa pernah diberi ruang untuk menjelaskan.
Butuh Kedewasaan Sosial Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya kedewasaan dalam menyikapi konflik. Masyarakat perlu lebih bijak memilah mana informasi yang valid, dan mana yang hanya sekadar pelampiasan emosi seseorang. Sikap kritis dan tidak mudah terpengaruh adalah bentuk tanggung jawab sosial yang harus dijaga bersama.
Menghasut orang lain untuk ikut membenci adalah tindakan tidak bermoral dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, adat, serta agama. Terlebih lagi dalam lingkungan sosial yang majemuk seperti Subulussalam, menjaga harmoni antar warga merupakan kebutuhan bersama yang tidak bisa ditawar.
Jangan Jadi Corong Kebencian mari saling mengingatkan. Jika ada yang datang dengan membawa cerita buruk tentang orang lain, ajukan pertanyaan sederhana:
> “Apakah kamu sudah bicara langsung dengan orang itu?”
Jika jawabannya tidak, maka cerita itu patut diragukan.
Jangan jadikan dirimu corong kebencian. Jangan menjadi kaki tangan dari konflik yang bukan milikmu.
Subulussalam akan tetap menjadi kota yang damai, ramah, dan hangat selama kita tidak membiarkan hasutan tumbuh dan merajalela di hati serta ucapan kita.
(Pasukan Ghoib/Sumber Oleh : Syahbudin Padank)
Reporter:
Perwakilan GWI Aceh