Gabungnyawartawanindonesia ll GWI melalui M. Sutisna menyoroti maraknya perbedaan pendapat yang kerap muncul dalam berbagai peristiwa terkait hak atas benda tidak bergerak, khususnya tanah. Padahal, ketentuan mengenai hal ini telah diatur secara jelas dalam Pasal 385 KUHP. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sengketa dan klaim sepihak terkait kepemilikan tanah masih sering terjadi.
Menurut M. Sutisna, seluruh pihak harus merujuk pada ketentuan hukum yang benar agar tidak terjadi perselisihan berkepanjangan. Pasal 385 KUHP secara tegas mengatur tindak pidana penyerobotan tanah, termasuk tindakan jual beli, gadai, dan sewa atas tanah atau bangunan milik orang lain dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum. Tindakan tersebut disebut sebagai kejahatan stellionaat, dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara.
Ruang Lingkup Tindakan dalam Pasal 385 KUHP:
Menjual, menukar, atau menggadaikan tanah milik orang lain, termasuk bangunan dan tanaman di atasnya.
Menjual tanah yang dibebani utang atau gadai tanpa memberi tahu pembeli.
Menggadaikan tanah yang sudah digadaikan sebelumnya tanpa pemberitahuan kepada penerima gadai baru.

Menyewakan tanah milik orang lain meskipun mengetahui ada pihak yang berhak.
Unsur Utama Pasal 385 KUHP:
Niat jahat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Melawan hukum, karena tindakan tersebut bertentangan dengan hak pihak lain.
Mengetahui, bahwa objek yang diperjualbelikan atau digadaikan adalah milik orang lain.
Walaupun istilah penyerobotan tanah tidak disebut secara langsung dalam KUHP, penjelasan R. Soesilo menyatakan bahwa Pasal 385 KUHP mencakup tindakan menguasai hak milik orang lain secara melawan hukum.
Dalam KUHP Buku II Bab XXV, perbuatan curang seperti penyerobotan tanah diancam pidana hingga 4 tahun penjara.
M. Sutisna berharap masyarakat lebih memahami isi Pasal 385 KUHP agar sengketa tanah dapat diminimalisir dan penyelesaian perkara dapat dilakukan secara hukum yang berlaku.
Red: BY Eni

















