Aceh |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Pada tanggal 27/07/2025 (PUMA HITAM), sungguh miris dan dramatis. Jika semua hal harus dikait-kaitkan dengan relasi/kompetitor, pada hal otak koruptor yang haus akan kekuasaan serta jabatan. Juga wewenang bersama penyimpangan tugas, yang melanggar kode etik juga disiplin.
Dhony Irawan HW.SH.MHE (37), yang kerap di sapa bang “Mahendra”. Sekarang sedang membidik temuan dan laporan di kabupaten rembang, yang mana di situ terjadi banyak hal korupsi di tutupi. Baik oleh oknum ormas, oknum LSM. Oknum bodrex berkedok penjilat demi receh, membuat semakin geram. Karena dugaan lain, ada keterlibatannya dari oknum polri. Juga kejaksaan, yang makelar kasus (markus), di dalam beberapa kasus. Bukan mengutamakan keterbukaan informasi publik, akan tetapi memikir umpan lambung.
“Pasti saya kejar, dan saya ungkap. Bahkan ada keterlibatannya oknum advokasi pun saya tau, ngak apa selow. Ingat, kita dari rakyat. Untuk rakyat, kembali ke rakyat”. Ujarnya, bang “Mahendra” itu
Pada aturan undang-undang nomor 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik. Menggaris bawahi, dengan tebal. Bahwa, salah satu elemen penting. Dalam mewujudkan penyelenggaraan negara, yang terbuka. Adalah hak publik, untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Sekarang, logikanya saja lah. Kalau ada yang merasa mengkebiri demokrasi, menyerang insan pers. Utamanya wartawan, minimal cek google aja. Ketik : Tutorial, menggunakan otak dengan benar. Bukan malah melakukan pembelaan, merubah RUU, demi menyelamatkan diri dari kasus dan kejahatan nya sendiri”. Ungkapnya, dengan senyum.
Salah satu pengaturan pada KUHP baru, adalah pasal tentang tindak pidana korupsi (tipikor). Yang mencabut ketentuan pasal 2 ayat (1), pasal 3. Pasal 5, pasal 11 dan pasal 13 U-U nomor 31 tahun 1999 jo. U-U nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (U-U tipikor). Sehingga pengaturannya di KUHP baru menjadi ketentuan sebagaimana pasal 603, sampai dengan pasal 606. Pasal 79 ayat (1) KUHP baru, juga mengatur ancaman pidana denda menjadi 8 (delapan) kategori. Yaitu : Kategori I, Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) ; Kategori II, Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ; Kategori III, Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ; Kategori IV, Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) ; Kategori V, Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ; Kategori VI, Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) : Kategori VII, Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) ; dan Kategori VIII, Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Berikut tabel perubahan beberapa pasal U-U tipikor, dengan KUHP baru berdasarkan jenis-jenis korupsi. UNSUR HUKUMAN PERBEDAAN, jenis korupsi : Merugikan keuangan negara. UU 31/1999 jo, U-U 20/2001 (pasal 2). Setiap orang, yang secara melawan hukum dan memperkaya diri sendiri. Atau orang lain, atau korporasi. Yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.
Dapat di penjara dengan penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun. Dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), menurunnya ancaman minimal pidana penjara (pasal 603 KUHP baru). Yang semula 4 tahun (dalam pasal 2 U-U tipikor) menjadi 2 tahun. Dan denda sebelumnya, dapat di kenakan minimal Rp.200 juta rupiah menjadi Rp.10 juta rupiah.
KUHP baru, U-U 1/2023 (pasal 603). Setiap orang, yang secara melawan hukum. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dapat di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun, dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Dan denda paling sedikit, kategori II (Rp.10.000.000,00), dan paling banyak kategori VI (Rp.2.000.000.000,00).
Pada U-U 31/1999 jo, dan pada U-U 20/2001 (pasal 3). Setiap orang, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Atau korporasi menyalah gunakan kewenangan, kesempatan. Atau sarana yang ada, padanya karena jabatan atau kedudukan. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dapat di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Meningkatnya ancaman minimum pidana penjara yang semua 1 (satu) tahun, menjadi 2 (dua) tahun. Menurunnya ancaman minimum denda, yang semula hanya 50 juta menjadi 10 juta. Meningkatnya ancaman maksimal denda, yang semula 1 milyar rupiah menjadi 2 milyar. KUHP baru, pada U-U 1/2023 (pasal 604). Setiap orang, yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Atau korporasi menyalah gunakan kewenangan, kesempatan. Atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan. Yang merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.
Dapat di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit, kategori II (Rp.10.000.000,00) dan paling banyak. Kategori VI (Rp.2.000.000.000,00), jenis korupsi. Suap menyuap, pada U-U 31/1999 jo. UU 20/2001 (pasal 5 ayat (1). Suap aktif), setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut. Berbuat atau tidak berbuat, sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban di lakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Dapat di pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), meningkatnya ancaman maksimum pidana penjara. Yang semula 5 tahun menjadi 6 tahun, meningkatnya ancaman denda maksimum. Yang semula, menjadi Rp.250 juta rupiah. Menjadi 500 juta rupiah.
Pada KUHP yang baru, dengan U-U 1/2023 (pasal 605 ayat (1)). Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut, berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban. Yang di lakukan atau tidak di lakukan dalam jabatannya.
Dapat di pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit, kategori III (Rp.50.000.000,00). Dan paling banyak kategori V (Rp.500.000.000,00), pada U-U 31/1999 jo. Dengan U-U 20/2001 (pasal 5 ayat (2), suap pasif. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang menerima pemberian atau janji sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b.
Dapat di pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Meningkatnya ancaman maksimum pidana penjara, yang semula 5 tahun menjadi 6 tahun.
Meningkatnya ancaman denda maksimum yang semula 250 juta menjadi 500 juta.
KUHP Baru, UU 1/2023 (Pasal 605 ayat (2))Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara; Yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan; Denda paling sedikit kategori III (Rp50.000.000,00) dan paling banyak kategori V (Rp500.000.000,00).
UU 31/1999 jo. UU 20/2001 (Pasal 13, Suap Aktif)Setiap orang;Yang memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri;Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji diangggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau;Denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah) Meningkatnya denda maksimum yang semula 150 juta menjadi 200 juta.
KUHP Baru, UU 1/2023 (Pasal 606 ayat (1))Setiap Orang;Yang memberikan hadiah atau janji;Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan; Denda paling banyak kategori IV (Rp200.000.000,00).
UU 31/1999 jo. UU 20/2001 (Pasal 11, Suap Pasif)Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara Yang menerima hadiah atau janji Padahal diketahui atau patut diduga Bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau;Denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Menurunnya ancaman maksimal pidana penjara yang semula 5 tahun menjadi 4 tahun.Menurunnya ancaman maksimal denda dari 250 juta menjadi hanya 200 juta.
KUHP Baru, UU 1/2023 (Pasal 606 ayat (2))Pegawai negeri atau penyelenggara negaraYang menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan Denda paling banyak kategori IV (Rp200.000.000,00).
Dalam tabel di atas, terlihat adanya perbedaan pengaturan mengenai perbedaan sanksi. Rumusan perbedaan sanksi tersebut, dapat menimbulkan problematik di masyarakat. Terkait dengan efektivitas penjatuhan sanksi, seperti yang di ketahui. Penentuan pidana yang di tetapkan oleh pembentuk undang-undang merupakan suatu kebijakan, yang mengkriminalisasi perbuatan yang sebelumnya bukan tindak pidana kejahatan.
Konsep pemidanaan di indonesia, sampai saat ini. Masih berorientasi pada pandangan, yang bersifat preventif dan pembinaan. Yang dewasa ini, di anggap lebih modern. Dan karena itu, banyak mempengaruhi kebijakan politik kriminal di indonesia. Termasuk penentuan pidana, dalam suatu undang-undang.
Beberapa ketentuan tentang tindak pidana korupsi pada KUHP baru, di harapkan tetap dapat melindungi kepentingan hukum. Sebagaimana di kemukakan oleh satochid karta negara, kepentingan hukum adalah kepentingan yang harus di jaga agar supaya tidak di langgar. Dan yang kesemuanya itu di tujukan untuk kepentingan masyarakat, ada pun kepentingan hukum. Bagi masyarakat, adalah ketentraman dan keamanan (rust en orde) dan kepentingan hukum bagi negara adalah keamanan negara.
(Pasukan Ghoib/Team Media Publik Aceh Timur)

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Geram Dan Merasa Di Curangi Oleh Pemerintah, Seharusnya Hukum Harus Berpihak Ke Rakyat, Bukan Untuk Kepentingan Sepihak.

Reporter: Perwakilan GWI Aceh