GabungnyawartawanIndonesia.co.id. Jakarta — Pemandangan di ruang gawat darurat (IGD) sering kali menjadi saksi bisu perjuangan hidup dan mati. Bagi dr. Haerul Anwar, praktisi kesehatan sekaligus Dokter Layanan Kemanusiaan DPP Partai Gerindra, pengalaman menghadapi pasien dari keluarga tidak mampu adalah potret nyata bagaimana akses kesehatan masih menjadi dilema berat bagi rakyat kecil.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Dokter Layanan Kemanusiaan Gerindra, Penghapusan Tunggakan JKN Rp7,69 Triliun Bukti Negara Hadir Bela Rakyat Kecil.

“Saya teringat pada seorang kepala keluarga, terbaring lemas dengan kondisi medis mendesak, didampingi istrinya yang panik. Ketika tim kami menanyakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), istrinya tertunduk lesu. ‘Maaf Dok, sudah lama tidak bayar, kartunya tidak aktif,’ lirihnya,” kenang dr. Haerul.

Menurut dokter yang ditugaskan Prabowo di Layanan Kemanusiaan Gerindra ini bahwa, Di tengah situasi gawat darurat, ketidakaktifan jaminan sosial karena tunggakan iuran menjadi tembok tebal yang menghalangi akses pengobatan optimal.

Mereka terpaksa memilih antara biaya darurat yang mencekik atau nyawa yang terancam. Menurut dr. Haerul, inilah kenyataan yang dihadapi jutaan keluarga Indonesia: jaminan kesehatan bukan sekadar administrasi, tetapi urat nadi kehidupan.

dr. Haerul, menyebut tingginya tunggakan iuran BPJS Kesehatan di segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) bersumber dari kesulitan ekonomi. Pekerja informal dan keluarga berpenghasilan rendah sering kali harus memprioritaskan uang harian untuk makan, kontrakan, atau pendidikan anak, sementara iuran BPJS dianggap bisa ditunda.

“Situasi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran preventif. Banyak yang baru mencari pertolongan atau mengaktifkan kembali kartu saat penyakit sudah parah. Akibatnya, tunggakan menumpuk dan jutaan peserta nonaktif, terputus dari perlindungan negara,” jelasnya.

Di tengah tantangan itu, capaian program JKN sejatinya luar biasa. Per Agustus 2025, lebih dari 281 juta penduduk Indonesia telah terdaftar sebagai peserta JKN, mayoritas di antaranya adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung APBN dan APBD.

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus tunggakan iuran JKN bagi peserta tidak mampu senilai Rp7,69 triliun disebut dr. Haerul sebagai langkah bersejarah. “Ini bukti nyata penegakan amanat UUD 1945 dan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Negara hadir, berpihak pada rakyat kecil, memastikan tidak ada warga yang terpuruk saat membutuhkan layanan kesehatan,” tegasnya.

Dengan kebijakan ini, jutaan peserta nonaktif dapat kembali terlindungi. Bagi dr. Haerul, langkah ini bukan sekadar solusi finansial, melainkan afirmasi moral bahwa negara tidak akan membiarkan rakyatnya sendirian menghadapi kesulitan.

Penghapusan tunggakan Rp7,69 triliun, menurut dr. Haerul, harus menjadi momentum syukur sekaligus evaluasi. Masyarakat kini mendapat kesempatan baru dengan status kepesertaan aktif, namun hal itu harus diiringi tanggung jawab.

“Rasa syukur harus diwujudkan dengan mengganti pola hidup: dari kuratif (berobat saat sakit) menuju preventif dan promotif (pencegahan). Rutin deteksi dini, menjaga pola makan, rajin berolahraga, dan memanfaatkan layanan kesehatan tingkat pertama adalah kunci. Jangan tunggu sakit parah baru peduli kesehatan,” pesannya.

Ia menambahkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang sudah dijalankan pemerintah menjadi pendukung kuat transformasi kesehatan. Jika masyarakat aktif, beban biaya berobat bisa ditekan, produktivitas meningkat, dan cita-cita “Indonesia Sehat” bisa terwujud.

“Dengan adanya pemutihan tunggakan, mari kita wujudkan Indonesia Sehat dan Lebih Produktif. Kebijakan ini langkah awal, tapi kesadaran rakyatlah yang akan menentukan keberlanjutan,” pungkas dr. Haerul.

(Welly/Red)

Reporter: Kepala Biro Cilegon