
Aceh Timur |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Jaksa penuntut umum (JPU) kejaksaan negeri (kejari) idi rayeuk. Telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa Dr. SM, pada hari kamis 18 september lalu.
Tuntutan jaksa 1 tahun penjara, mendapat banyak perhatian berbagai pihak karena di nilai terlalu ringan. Sehingga tidak mencerminkan pemenuhan rasa keadilan, bagi kedua korban.
Kasus tabrakan beruntun ini, viral baik di media sosial. Main stream, mau pun di sosial media lainnya. Juga di sebabkan oleh latar belakang terdakwa seorang wanita yang berprofesi sebagai dokter umum, diduga kurang menunjukkan empati kepada korban.
Terkait tuntutan jaksa, yang di nilai sangat ringan tersebut. Direktur intelejen yayasan advokasi rakyat aceh(YARA), “Basri”. Menghubungi media ini, atau secara tergabung. Pada hari jum’at 19 september 2025, menyampaikan kekecewaan dan menyayangkan atas tuntutan jaksa yang di nilai terlalu ringan.
“Seharusnya jaksa, melihat sisi kemanusiaan dari kedua korban. “Maryam” dan “Massyura”, apa lagi korban “Massyura”. Yang masih berusia muda masih memiliki masa depan, namun dengan kondisi yang dialaminya sekarang cita-citanya menjadi sirna.
Jaksa juga harus melihat sikap terdakwa, yang lari dari tanggung jawab. Selama 11 bulan, apa tanggung jawab terdakwa terhadap kedua korban. Tidak ada sama sekali, terdakwa sebagai pelaku. Sudah terbukti bersalah, harus bertanggung jawab mengganti rugi terhadap korban. Namun, juga tidak di lakukan.
Terdakwa hanya sebatas omongan mengakui itikat baik, tapi nyatanya tidak. Yang saya tahu, mereka ingin menyelesaikan kasus ini. Secara damai, tapi dengan kemauan mereka tanpa melihat korban secara manusiawi. Ya,, mana mungkin korban bersedia menerimanya.
Namun, meski pun tidak ada kepedulian dari terdakwa. Seharusnya jaksa, harus menuntut dengan tuntutan yang sesuai perbuatan terdakwa. Sehingga korban merasa puas, dan mendapatkan keadilan saat hakim memutuskan nantinya.
Dan hal itu, harus menjadi pertimbangan jaksa. Dalam menentukan tuntutannya, dengan ringannya tuntutan jaksa. Saya mendapat informasi banyak, masyarakat menilai adanya “pretensi” jaksa sehingga tuntutan ringan terhadap terdakwa. Sehingga mencoreng dunia hukum di aceh timur, khususnya. Dan aceh umumnya”, jelasnya “Basri”.
Basri juga mengungkapkan, kasus ini. Sudah viral di masyarakat, pihak penegak hukum sudah seharusnya berhati-hati dalam menentukan sikapnya.
“Kasus ini sudah viral, namun meski sudah viral. Masih saja jaksa berani menuntut dengan tuntutan mencengangkan, baik bagi kedua korban. Mau pun masyarakat, yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Apa lagi, bila jika kasus ini tidak viral, bisa jadi di tuntut hanya 3 bulan saja. Ya selesai sidang, bebas terdakwa. Lantas di mana efek jeranya serta keadilan bagi korban yang mengalami cacat permanen”, ungkapnya.
“Basri” menambahkan, dampak lebih parah lagi jika tuntutan jaksa sangat ringan. Maka biasanya akan mempengaruhi majelis hakim, dalam membacakan vonis terhadap terdakwa.
“Dengan jaksa menuntut ringan tentu akan menjadi alasan hakim, untuk memvonis terdakwa dengan vonis ringan atau sedikit di atasnya. Hal itu sudah menjadi budaya dalam putusan hakim, karena putusan hakim. Tentu akan melihat seberapa tuntutan jaksa, itu dasarnya dan itu alasan hakim nantinya.
Tapi saya berharap putusan majelis hakim tidak demikian, meski pun masyarakat sudah berpersepsi, dan menduga bahwa hukum tidak akan berpihak kepada yang lemah termasuk kasus “Massyura”.
Karena masyarakat telah menilai, terhadap kasus ini. Pelakunya atau terdakwanya, adalah dari kalangan berkelas. Koneksi luas serta memiliki uang banyak”, tutupnya.
(Pasukan Ghoib/Team Sumber : K.P)
Reporter:
Perwakilan GWI Aceh