BANYUWANGI — gabungnyawartawanondonesia.co.id ll  Dalam upaya memperkuat dakwah Islam moderat dan merawat kerukunan internal umat, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi menggelar Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama, pada Kamis (12/6/2025), di Aula Bawah Kemenag Banyuwangi. Kegiatan strategis ini melibatkan pimpinan ormas Islam, penyuluh agama, pengurus majelis taklim, hingga pimpinan pondok pesantren se-Banyuwangi.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Bangun Toleransi dari Dalam, Kemenag Banyuwangi Gaungkan Dakwah Digital dan Narasi Damai

Dialog menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, antara lain percepatan digitalisasi dakwah, penguatan peran majelis taklim sebagai agen perubahan sosial, serta konsolidasi nilai-nilai damai dalam internal umat Islam sebagai fondasi kerukunan lintas iman.

Mewakili Kepala Kantor Kemenag, Kepala Subbagian Tata Usaha, Drs. H. Moh. Jali, M.Pd.I., secara resmi membuka kegiatan. Ia menekankan pentingnya memulai narasi toleransi dari dalam tubuh umat Islam sendiri.

“Dialog seperti ini menjadi fondasi sebelum kita bicara toleransi antar umat beragama. Konsolidasi internal adalah kunci,” tegas Moh Jali.

Narasumber utama, Ketua FKUB Banyuwangi, Drs. H. Nur Chozin, S.H., M.H., mengingatkan bahwa toleransi tidak berarti mencampuri ibadah agama lain, melainkan membangun solidaritas sosial dan nasionalisme bersama dalam bingkai kebangsaan.

Dari unsur ormas, Abdul Aziz, S.H.I., M.H., mewakili PCNU dan ISNU Banyuwangi, menyoroti urgensi dakwah digital. Ia menyerukan agar para dai dan pengurus majelis taklim aktif menciptakan konten keislaman yang damai, kontekstual, dan relevan bagi generasi muda.

“Ruang digital harus diisi narasi Islam rahmatan lil ‘alamin. Kalau tidak, akan diisi oleh paham yang tidak moderat,” ujar Abdul Aziz.

Kasi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi, H. Mastur, dalam laporan kegiatan menyebut terdapat lebih dari 6.900 majelis taklim aktif di Banyuwangi. Ia mendorong percepatan legalitas kelembagaan melalui SKT (Surat Keterangan Terdaftar), guna memperkuat jejaring sinergi dengan pemerintah dan masyarakat.

“Majelis taklim bukan hanya forum pengajian, tapi kekuatan sosial yang mampu mendorong perubahan positif,” tandasnya.

Forum ini juga menjadi ruang silaturahmi strategis lintas ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, MUI, LDII, BKPRMI, dan Al Irsyad. Para pimpinan pondok pesantren turut mengusulkan, pentingnya pelatihan teknis bagi para dai dalam hal produksi konten dakwah berbasis teknologi.

Sebagai tindak lanjut, forum merekomendasikan program pelatihan digitalisasi dakwah bagi penyuluh dan pengurus majelis taklim. Langkah ini diyakini mampu memperkuat narasi keislaman yang inklusif, adaptif terhadap zaman, sekaligus menjaga spirit kerukunan di tengah masyarakat.

Di akhir kegiatan, seluruh peserta menyepakati bahwa narasi damai harus terus dijaga dari dalam komunitas umat Islam agar Banyuwangi tetap menjadi teladan daerah yang rukun, toleran, dan harmonis dalam keberagaman. (rag)

Reporter: NING SULIS