Jakarta, 01 Agustus 2025 – gabungnyawartawanindonesia.co.id ll Persidangan gugatan Keputusan Tata Usaha Negara tentang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Manado Utara Perkasa (PT. MUP) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menuju babak akhir. Sebelumnya, persidangan diselenggarakan pada tanggal 26 November 2025 dan pembuktian berakhir tanggal 01 Juli 2025. Kemudian dilanjutkan agenda sidang kesimpulan dari para pihak berperkara pada tanggal 15 Juli 2025 secara e-court. Majelis Hakim yang menangani perkara ini akan memutus pada tanggal 05 Agustus 2025 melalui e court atau secara online.
Gugatan tersebut terdaftar dalam register perkara Nomor 444/G/LH/2024/PTUN.JKT., dengan objek gugatan yaitu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berupa PKKPRL Nomor: 20062210517100001 tentang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Manado Utara Perkasa (PT. MUP), tanggal 17 Juni 2022. Dalam gugatan ini, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal yang sekarang Menteri Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia sebagai lembaga yang menerbitkan Objek Gugatan, sebagai Tergugat. PT MUP sendiri mengajukan diri sebagai Tergugat II Intervensi. Penggugat dalam perkara ini adalah Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK).
Judianto Simanjuntak sebagai Kuasa Hukum Penggugat yang tergabung dalam TAPaK menyatakan Penggugat selama dalam proses persidangan telah membuktikan pelanggaran hukum atas terbitnya PKKPRL kepada PT Manado Utara Perkasa (Objek Sengketa) yang menunjukkan PKKPRL itu cacat formil dan materiil (substansi).
Judianto menyatakan bahwa terbitnya PKKPRL ini tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (Meaning Partisipasi), terutama warga yang tinggal di sekitaran pesisir atau pulau kecil. Hal ini berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan Para Penggugat dan PT. Manado Utara (PT. MUP) serta berdasarkan surat penolakan dari warga. Jelas ini bertentangan dengan asas peran serta masyarakat sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Padahal partisipasi bermakna sebagaimana dikemukakan Ahli lingkungan Hukum Bono Priambodo, S.H., M.Sc., dalam persidangan menyatakan “salah satu pilar pengelolaan terpadu kawasan pesisir ini adalah partisipasi. Partisipasi ini diharapkan meaningful atau bermakna, setidaknya tandanya adalah bahwa dia free atau tanpa paksaan. Kemudian dilaksanakan sebelum atau disebut prior. Jadi sebelum ada inisiatif bahkan dalam tahap perencanaan. Ketika ada inisiatif untuk melaksanakan suatu proyek atau suatu kegiatan di kawasan pesisir, maka semua pemangku kepentingan yang ada di situ harus sudah mendapatkan informasi dan memberikan persetujuannya”.
Judianto Simanjuntak lebih lanjut menyatakan terbitnya Objek Sengketa akan merampas ruang hidup nelayan, sebab jika reklamasi dilakukan berpotensi hilangnya akses terhadap sumber daya alam sampai pada hilangnya mata pencaharian nelayan. Dengan demikian PPKRL mengabaikan perlindungan nelayan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Mulya Sarmono, Kuasa hukum lainnya (TAPaK) menyoroti mengenai ancaman terhadap lingkungan hidup di Pesisir Pantai Manado Utara yang berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali. Hal ini karena Terbitnya Objek Sengketa tidak didasarkan pada pertimbangan yang cermat dan menyeluruh terhadap asa-asas lingkungan hidup, terutama asas kehati-hatian (precautionary principle). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ahli kelautan yaitu Prof. Dr. Ir. Rignolda Djamaluddin, MSi dalam keterangannya menyatakan: “Secara alami pantai kita itu adalah pantai yang pasti yang disebut wilayah berpasir. Kalau kita memasukkan konstruksi ke laut, akan menyebabkan gelombang yang akan mengangkut sedimen ke area pesisir. Pastinya akan menciptakan suatu proses dinamika yang lain. Prof. Dr. Ir. Rignolda Djamaluddin, MSi juga dalam penelitiannya menyebutkan bahwa reklamasi akan menghilangkan secara permanen terumbu karang serta akan berdampak pada Taman Nasional Bunaken yang lokasinya tidak jauh dari sana.
Mulya Sarmono lebih lanjut menyampaikan pendapat tertulis Prof. Dr. Ir. Silvester B. Pratasik M.Sc (Dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado) yang merupakan bukti surat yang diajukan Para Penggugat dalam persidangan yang mengkonfirmasi hal yang sama bahwa reklamasi di Pantai Manado Utara akan merusak lingkungan hidup di pesisir, mengingat di lokasi tersebut memiliki ekosistem pantai penting lengkap (mangrove, estuari dan karang) sebagai dasar kehidupan organisme di laut.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, yang merupakan perwakilan Para Penggugat menyatakan terbitnya Objek Sengketa ini merupakan kecerobohan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM beserta Kementerian Kelautan dan Perikanan karena tidak memperhatikan keselamatan warga, khususnya nelayan dan lingkungan hidup. Wilayah Objek Sengketa yang merupakan kawasan rawan banjir seharusnya menjadi pertimbangan dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM untuk tidak menerbitkan Objek Sengketa, sebab jika dilakukan reklamasi maka banjir akan semakin lama surut karena larian air (water run-off) akan semakin jauh untuk masuk ke laut.
Lebih lanjut Susan menyatakan terbitnya Objek Sengketa bertentangan dengan tujuan Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengobservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan sebagaimana disebutkan Undang-undang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010, tanggal 16 Juni 2011.
Sementara itu, Vekky Hamada Caroles yang merupakan nelayan dari Manado Utara menyatakan sangat menyesalkan Keputusan pemerintah yang memberikan PKKPRL kepada PT. MUP, karena akan menghilangkan mata pencaharian kami sebagai nelayan sebab Teluk Manado sumber kehidupan kami sebagai nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami.
Vekky Hamada Caroles lebih lanjut menyatakan sebenarnya saat ini warga sudah mengalami dampak meskipun belum dilakukan reklamasi, yaitu akses laut dibatasi karena telah dilakukan Pemasangan Pagar Pantai Tanggal 05 September 2024 di Kelurahan Bitung Karangria, Kecamatan Tuminting, Kota Manado.
Berdasarkan hal tersebut, Kuasa Hukum Para Penggugat mengharapkan agar Majelis Hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini memutuskan yang adil bagi masyarakat pesisir Manado Utara, dengan putusan :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan Batal atau Tidak Sah Keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 20062210517100001 tentang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Manado Utara Perkasa, tanggal 17 Juni 2022., dan
3. Mewajibkan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mencabut Keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 20062210517100001 tentang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Manado Utara Perkasa, tanggal 17 Juni 2022.
Hal yang sama disampaikan Vekky Hamada Caroles dan Susan Herawati agar Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan yang adil demi keselamatan masyarakat pesisir Manado Utara.
*Eni/Red*