Tangerang |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di halaman Kantor Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, tengah menuai sorotan tajam dari masyarakat. Proyek senilai lebih dari Rp2,44 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2025 ini dikritik keras karena diduga dikerjakan tanpa pemadatan awal yang memadai.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Anggaran Besar, Hasil Mengecewakan : Proyek RTH Kemiri Dalam Sorotan.

Indikasi lemahnya pemadatan tanah di tahap awal pengerjaan menimbulkan kekhawatiran serius. Potensi kerusakan dini seperti ambles atau retaknya permukaan bisa terjadi hanya dalam hitungan bulan setelah proyek rampung.

> “Kalau dari awal tanahnya tidak dipadatkan dengan standar teknik yang benar, itu jelas pelanggaran. Bisa-bisa baru beberapa bulan sudah rusak,” ujar seorang tokoh masyarakat Kecamatan Kemiri yang enggan disebutkan namanya.

Selain persoalan teknis, minimnya pengawasan dari pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan, khususnya Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), turut menjadi perhatian. Proyek dengan nilai besar dan letak strategis seharusnya mendapatkan kontrol ketat agar pelaksanaan sesuai spesifikasi teknis.

Sejumlah dugaan pelanggaran juga mencuat, antara lain : Tidak dilaksanakannya pekerjaan sesuai spesifikasi teknis (RAB), khususnya terkait pemadatan tanah. Potensi mark-up anggaran pada item pekerjaan, terutama jika mutu bahan dan metode pelaksanaan tidak sesuai.

Kelalaian dalam pengawasan, yang berpotensi mengarah pada pembiaran serta pelanggaran terhadap tugas dan fungsi Dinas terkait.

Jika dugaan ini terbukti, bukan hanya kepercayaan publik yang terciderai, namun juga dapat menimbulkan implikasi hukum. Dugaan pelanggaran terhadap UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan potensi kerugian keuangan negara menjadi sorotan utama.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari pelaksana proyek maupun dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Tangerang. Masyarakat berharap dilakukan audit teknis independen serta evaluasi menyeluruh terhadap proses pengadaan dan pelaksanaan proyek.

Dengan nilai anggaran yang besar dan lokasinya di pusat pemerintahan kecamatan, masyarakat menuntut transparansi, kualitas, dan akuntabilitas dari proyek yang jelas-jelas menggunakan uang rakyat.

(Red/Sumber : Tim Investigasi MCCK)

Reporter: Perwakilan GWI Aceh