Tangerang, gabungnyawartawanindonesia.co.id., – Keluhan memilukan datang dari seorang pasien peserta BPJS Kesehatan bernama Fitri Nurwidyati Handal, yang mengaku “ditahan” di Rumah Sakit Brawijaya Tangerang karena tak mampu membayar biaya perawatan. Fitri, peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang berasal dari keluarga tidak mampu, menceritakan kisah getirnya melalui pesan suara dan tulisan yang kini ramai diperbincangkan di media sosial.
Kisah itu bermula saat Fitri hanya berniat kontrol rutin ke RS Brawijaya. Namun, di tengah antrean pendaftaran, tubuhnya tiba-tiba menggigil hebat di kursi roda hingga suster menyarankan agar langsung menuju ruang IGD. Di sana, dokter menyatakan kondisi Fitri parah akibat infeksi paru-paru dan segera memberikan tindakan darurat seperti pemasangan infus, nebulizer, dan oksigen.
Namun, yang membuatnya terkejut, tindakan medis tersebut langsung dikategorikan sebagai perawatan rawat inap, padahal Fitri menegaskan dirinya tidak berniat dirawat inap.
“Saya hanya ingin kontrol, bukan opname. Tapi tiba-tiba dipasang gelang pasien dan disuruh tanda tangan kamar rawat,” ujar Fitri dengan suara lemah.
Ketika dokter kemudian menyarankan cuci darah, Fitri menolak karena belum ada persetujuan keluarga. Namun penolakan itu malah berbuntut ancaman: biaya perawatan diubah menjadi tanggungan pribadi, bukan lagi ditanggung BPJS.
“Mereka bilang kalau saya tolak cuci darah, semua biaya jadi pribadi, sekitar 1,5 juta. Saya ini pakai KIS gratisan, surat keterangan tidak mampu pun ada. Dari mana saya harus bayar?” keluhnya.
Lebih memilukan lagi, Fitri mengaku tidak diberi sarapan pagi dan dibiarkan begitu saja di ruang perawatan, meski sudah menyatakan ingin pulang.
“Saya cuma mau pulang. Lambung saya kumat karena belum makan. Untung saya bawa biskuit dari rumah,” tulisnya dalam pesan kepada wartawan Radarjakarta, Abby Jamallail, yang menerima keluhan langsung dari Fitri.
Menurut informasi terakhir yang diterima redaksi, hingga Kamis (16/10) siang, pasien tersebut masih tertahan di RS Brawijaya Tangerang, dan diminta membayar biaya antara Rp1,7 hingga Rp2 juta agar dapat keluar dari rumah sakit.
Kondisi ini memicu pertanyaan publik: di mana peran Dinas Kesehatan Kota Tangerang dan BPJS Kesehatan dalam melindungi pasien tidak mampu? Apakah rumah sakit swasta boleh menahan pasien peserta BPJS hanya karena menolak tindakan medis yang belum disetujui keluarga?
Pernyataan Publik dan Desakan Investigasi
Lembaga pemantau layanan publik meminta Dinkes Kota Tangerang dan BPJS Kesehatan segera turun tangan. Dugaan pelanggaran terhadap hak pasien ini dianggap melanggar UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang melarang rumah sakit menahan pasien atau jenazah hanya karena alasan biaya.
“Kalau pasien peserta BPJS ditahan hanya karena persoalan administrasi atau tindakan yang belum disetujui, itu pelanggaran etik dan hukum. Dinkes harus segera memeriksa RS Brawijaya,” ujar pengamat kesehatan publik, Slamet Sudibyo, ketika dihubungi terpisah.
Publik kini menunggu tanggapan resmi dari Manajemen RS Brawijaya Tangerang, BPJS Kesehatan, dan Dinas Kesehatan setempat atas dugaan penahanan pasien miskin ini.