Tangerang | gabungnyawartawanindonesia – Suasana di Perumahan Pesona Desa Jengjing, tempat berlangsungnya Kunjungan Daerah Pemilihan (Kundapil) ke-6 masa sidang I tahun 2025–2026 yang dihadiri Zulfikar, S.H., Anggota DPR RI Komisi XII Fraksi Demokrat, mendadak menjadi sorotan publik. Bukan karena isi kegiatan legislatifnya, melainkan lantaran adanya pelarangan peliputan oleh awak media yang hendak meliput acara tersebut, Selasa (28/10/2025) sore.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Wartawan Dilarang Meliput Acara Kundapil Ke-6, Ada Apa dengan Zulfikar dari Fraksi Demokrat di Gyokai Indonesia Kompeten?

Kegiatan yang berlangsung di Gyokai Indonesia Kompeten itu diduga berlangsung tertutup. Sejumlah wartawan yang telah tiba di lokasi mengaku dihalangi untuk masuk oleh seseorang yang mengaku sebagai karyawan Gyokai bernama Gopur, bersama beberapa petugas keamanan.

“Mana undangannya, Pak? Kami diperintah Pak Chief untuk mensterilkan area. Siapa pun yang datang harus ada surat undangan,” ujar salah satu petugas keamanan kepada wartawan di lokasi.

Gopur, yang mengaku sebagai karyawan Gyokai Indonesia Kompeten, turut mempertegas larangan tersebut.

“Saya hanya menjalankan perintah atasan, Pak Agus. Yang boleh masuk hanya yang membawa undangan,” katanya singkat.

Pernyataan tersebut sontak menimbulkan tanda tanya besar di kalangan jurnalis. Pasalnya, kegiatan reses atau kundapil sejatinya merupakan agenda resmi anggota DPR RI yang bertujuan menyerap aspirasi masyarakat. Secara normatif, acara semacam itu bersifat terbuka untuk publik dan media, sebagai bentuk transparansi terhadap konstituen.

Langkah penolakan terhadap wartawan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam Pasal 18 ayat (1) ditegaskan bahwa:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp.500 juta.”

Tindakan pelarangan tersebut tentu menimbulkan persepsi publik: ada apa sebenarnya di balik acara Zulfikar hingga media tidak diperkenankan meliput? Padahal, kehadiran wartawan seharusnya menjadi bagian dari upaya menjaga keterbukaan informasi dan akuntabilitas pejabat publik terhadap masyarakat yang diwakilinya.

Sejumlah pengamat media menilai, jika benar ada upaya sistematis menutup akses peliputan, hal itu dapat mencederai semangat demokrasi dan kebebasan pers yang dijamin konstitusi. Wartawan bukan ancaman, melainkan jembatan informasi antara wakil rakyat dan rakyat itu sendiri.

Publik kini menanti penjelasan resmi dari pihak Zulfikar maupun Gyokai Indonesia Kompeten terkait insiden yang mencoreng prinsip keterbukaan tersebut. Sebab, dalam konteks negara demokrasi, menutup diri dari media sama artinya menutup diri dari suara rakyat.

 

Reporter: S Eman