Pontianak,gabunganwartawanindonesia.co.id- Kalimantan Barat – 15 Juli 2025. Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap salah satu debitur di Kalimantan Barat menuai sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Dalam konferensi pers yang digelar Selasa, 15 Juli 2025, praktisi hukum Sobirin, SH, menegaskan bahwa pasal-pasal yang dipersangkakan terhadap debitur tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan konstruksi hukum dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Debitur bukanlah subjek hukum yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut. Yang dimaksud sebagai subjek hukum dalam ketentuan pidana ini adalah pihak internal lembaga jasa keuangan seperti direksi, komisaris, atau pejabat setingkat. Bukan pihak luar seperti debitur,” tegas Sobirin, SH.
Sobirin membeberkan rincian tiga pasal yang digunakan dalam proses hukum terhadap debitur, yang justru menurutnya keliru secara substantif:
1. Pasal 49 ayat (2) (dalam Pasal 14 angka 54 UU No. 4 Tahun 2023
Kausalitas: Harus ada hubungan langsung antara perbuatan dan kerugian “Pasal ini jelas mengatur pejabat internal, bukan nasabah atau debitur,” ungkap Sobirin.
2. Pasal 49 ayat (3) huruf a (dalam Pasal 14 angka 54 UU No. 4 Tahun 2023)
Akibat: Potensi kerugian atau gangguan stabilitas “Tidak ada satu pun klausul yang memungkinkan penafsiran pasal ini dikenakan kepada debitur,” tegasnya.
3. Pasal 37E ayat (1) huruf a (dalam Pasal 14 angka 35 UU No. 4 Tahun 2023)
Akibat: Risiko terhadap kinerja dan kelangsungan usaha bank “Ini bagian dari uji kelayakan dan kepatutan internal, bukan wilayah hukum pidana untuk nasabah,” jelasnya.
Sobirin menilai penggunaan pasal-pasal tersebut terhadap debitur sebagai bentuk over-enforcement yang berpotensi menjadi kriminalisasi. Ia menyebut bahwa ketidaktepatan dalam menetapkan subjek hukum bisa menjadi preseden buruk dalam perlindungan hukum terhadap warga negara yang berstatus debitur.
Ini bukan hanya salah pasal. Ini adalah pelanggaran serius terhadap asas legalitas dan hak asasi manusia. Kita tidak bisa membiarkan hukum dijalankan secara sewenang-wenang hanya karena tekanan atau kepentingan tertentu,” pungkasnya.
Pernyataan ini mendorong desakan dari berbagai pihak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan kinerja OJK, khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Penegakan hukum terhadap sektor keuangan harus didasarkan pada prosedur yang benar, subjek hukum yang sah, serta asas kehati-hatian hukum.
Jika ini dibiarkan, maka kredibilitas OJK dan sistem perbankan nasional akan dirusak dari dalam,” tutup Sobirin.
Sumber : Sobirin.,SH
Jn//98
Pewarta : Rinto Andreas