Pontianak,gabunganwartawanindonesia.co.id- Kalimantan Barat — Senin, 6 Oktober 2025. Kondisi Sungai Sekadau di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, kini berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) yang marak di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas, terutama di wilayah Kecamatan Sekadau Hilir dan Desa Mungguk, menimbulkan dampak serius terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat sekitar.
Fenomena ikan mati massal dan rusaknya keramba ikan milik warga menjadi bukti nyata bahwa pencemaran akibat tambang ilegal tersebut telah mencapai level kritis. Air sungai yang dulunya jernih kini berubah keruh, berbau logam, dan tidak lagi layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga pun menjerit karena sumber penghidupan utama mereka hilang. Sejumlah petani keramba mengaku merugi hingga puluhan juta rupiah akibat kematian ikan yang tiba-tiba dan meluas dalam sepekan terakhir.
Pengamat Kebijakan Publik Dr. Herman Hofi Munawar menilai persoalan pencemaran Sungai Sekadau tidak lagi sekadar isu lingkungan, melainkan telah menjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta bentuk kelalaian negara dalam melindungi warga dari dampak aktivitas tambang ilegal.
Pencemaran lingkungan di Sungai Sekadau sudah pada tahap kritis. Dampaknya langsung mengancam kesehatan masyarakat dan ekonomi petani keramba. Pemerintah dan aparat penegak hukum seolah diam seribu bahasa, seakan tidak tahu atau tidak mau tahu,” tegas Dr. Herman dalam keterangan persnya di Pontianak, Senin (6/10).
Ia menambahkan, fenomena ikan mati massal merupakan indikator biologis bahwa kualitas air sudah melampaui ambang batas aman. Kandungan logam berat seperti merkuri dan sianida dari aktivitas PETI diyakini menjadi penyebab utama penurunan kualitas air tersebut.
Fenomena ini bukan lagi alarm, tapi sudah sirene bahaya. Jika terus dibiarkan, maka yang mati bukan hanya ikan, tapi juga masa depan anak-anak bangsa di tepi Sungai Kapuas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dr. Herman mendesak Kapolda Kalimantan Barat dan Pemerintah Provinsi Kalbar untuk mengambil langkah konkret dan tegas terhadap pelaku tambang ilegal. Ia menyinggung kembali pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Hari Ulang Tahun ke-80 TNI yang menegaskan komitmen memberantas tambang ilegal dan pelanggaran lingkungan.
Kalau ucapan itu serius, maka buktikanlah. Jangan biarkan para perusak lingkungan semakin merajalela. Tegakkan hukum sesuai Undang-Undang Lingkungan Hidup dan KUHP. Jangan bunuh masa depan bangsa hanya karena pembiaran,” tegas Dr. Herman.
Ia juga menyoroti adanya indikasi pembiaran oleh oknum aparat penegak hukum (APH) di lapangan yang diduga terlibat atau menutup mata terhadap aktivitas PETI di Sekadau.
Orang awam pun tahu bahwa pencemaran Sungai Kapuas berasal dari aktivitas PETI yang menggunakan merkuri dan bahan kimia berbahaya. Ini bukan kesalahan teknis, melainkan kejahatan lingkungan yang terstruktur,” ujarnya menambahkan.
Selain dari PETI, Herman juga mengingatkan bahwa limbah industri dan perkebunan kelapa sawit di sekitar DAS Kapuas turut memperparah degradasi kualitas air sungai.
Krisis lingkungan ini bukan hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga berdampak sosial. Warga di sepanjang Sungai Sekadau kini kesulitan mendapatkan air bersih dan kehilangan mata pencaharian. Sejumlah warga dilaporkan mengalami gatal-gatal dan iritasi kulit akibat menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.
Sudah saatnya tekanan publik diperkuat. Jangan biarkan negara kalah oleh para penambang ilegal dan oknum yang melindunginya,” pungkas Dr. Herman.
Pers rilis ini merupakan pernyataan resmi dari Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, yang disampaikan kepada awak media pada 6 Oktober 2025 di Pontianak, Kalimantan Barat. Seluruh kutipan dan keterangan telah diverifikasi sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) peliputan media nasional.
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar
Pewarta : Rinto Andreas