Pontianak,gabunganwartawanindonesia.co.id- Kalimantan Barat — 9 Oktober 2025. Persoalan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubu Raya dengan PT Angkasa Pura II kembali menjadi sorotan publik. Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai bahwa polemik tersebut sejatinya hanya merupakan kesalahpahaman administratif yang seharusnya dapat diselesaikan melalui koordinasi antar lembaga, bukan konfrontasi terbuka.
Menurut Dr. Herman, akar masalah bermula dari pemasangan penerangan di kawasan Bundaran Supadio oleh Pemkab Kubu Raya, yang bertujuan untuk menjawab keluhan masyarakat mengenai minimnya pencahayaan di area tersebut. Upaya itu, katanya, merupakan langkah tepat sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah terhadap kebutuhan dasar dan keselamatan masyarakat.
Upaya Pemkab untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat ini adalah langkah yang tepat,” ujar Dr. Herman saat dikonfirmasi di Pontianak, Kamis (9/10/2025).
Namun, menurutnya, respons Bupati Kubu Raya, Sujiwo, terhadap penghentian sementara pekerjaan oleh pihak PT Angkasa Pura II dinilai kurang proporsional dan bernada emosional.
Nada yang disampaikan Bupati terkesan arogan dan kurang menghargai dinamika koordinasi antarlembaga. Sikap ini, bukannya menyelesaikan masalah, justru berpotensi memperburuk hubungan birokrasi,” jelasnya.
Dr. Herman menegaskan bahwa wilayah sekitar Bandara Supadio memang memiliki kewenangan tertentu di bawah pengelolaan PT Angkasa Pura II. Karena itu, ia menilai perlu adanya komunikasi dan koordinasi agar kebijakan Pemkab tidak berbenturan dengan aspek teknis dan keamanan bandara.
Memang benar penerangan publik adalah kewajiban pemerintah daerah, tetapi pengelola bandara juga punya tanggung jawab atas kawasan operasionalnya. Maka, pendekatan yang harmonis dan profesional menjadi kunci,” tambahnya.
Menurutnya, konflik ini tidak seharusnya dimaknai sebagai upaya menghalangi pembangunan, melainkan proses koordinatif yang perlu disikapi dengan sikap terbuka dan dialogis.
Lebih jauh, Dr. Herman menilai bahwa reaksi emosional dari kepala daerah justru dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan masalah lintas sektor.
Masyarakat ingin melihat bahwa pemerintah daerah mampu bekerja sama dengan lembaga lain, bukan terjebak pada konflik personal. Kalau semuanya dikembalikan pada mekanisme dialog dan verifikasi, persoalan sederhana seperti ini akan selesai tanpa gaduh,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar para pejabat publik menjaga wibawa komunikasi antarinstansi, karena setiap pernyataan di ruang publik akan membentuk persepsi masyarakat.
Dalam konteks pelayanan publik, komunikasi terbuka dan koordinasi adalah fondasi utama. Jangan sampai perbedaan teknis justru menjadi konsumsi politik yang memperkeruh suasana,” ujarnya.
Dr. Herman Hofi Munawar menegaskan bahwa dialog dan kompromi antar lembaga harus menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ia berharap baik Pemkab Kubu Raya maupun pihak PT Angkasa Pura II segera duduk bersama untuk mencari solusi tanpa harus memunculkan narasi saling menyalahkan.
Tujuan akhirnya adalah pelayanan publik yang optimal. Kalau semua pihak bisa menahan ego dan duduk bersama, maka persoalan sederhana tidak akan menjadi konflik besar,” tutupnya.
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik
Pewarta : Rinto Andreas