http://Gwiindonesia.co.id CIBODAS KIDUL TANGERANG, 22 Oktober 2025__
Di tengah derasnya arus digital yang kian mengikis nilai kesantunan dan tata Krama. Peringatan Hari Santri 2025 hadir membawa pesan mendalam. Yakni , ilmu sejati takkan bermakna tanpa adab. Namun di balik semangat peringatan itu, publik sempat diguncang oleh tayangan salah satu stasiun televisi swasta yang dianggap melecehkan dunia pesantren. Lembaga yang selama ini menjadi benteng moral dan akhlak umat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Cahaya dari Saung Kalong di Hari Santri 2025 : BERADAB SEBELUM BERILMU

Gelombang reaksi muncul dari berbagai kalangan, tak terkecuali dari Ustadz Muslih Wijaya Kusuma, atau yang akrab disapa Aa Uje, pimpinan Majlis Darus Syifa’ul Qolbi dikenal luas dengan nama SAUNG KALONG di Cibodas Kidul. Sosok bersahaja ini menegaskan, pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu agama, melainkan ladang tempat tumbuhnya adab, sopan santun, dan cinta.

> “Orang yang berilmu tapi tanpa adab, ibarat pisau tajam di tangan anak kecil. Ia bisa melukai siapa saja, termasuk dirinya sendiri,” ujar Aa Uje, menatap lembut para santrinya dengan senyum khas yang meneduhkan.

Suasana malam di Saung Kalong selalu membawa ketenangan tersendiri. Lantunan bacaan ayat suci Al-Qur’an santri bersahut-sahutan di udara, menebar kedamaian di setiap sudut. Di lantai dua bangunan sederhana itu, beberapa santri tampak membersihkan karpet permadani untuk alas mengaji , sementara yang lain membuka mushaf, menyiapkan diri untuk mengaji , ada pula yang membuka buku untuk sekedar menghafal Do’a-do’a pendek yang sewaktu-waktu ditest hafalan kepada santri-santri. Mereka melakukannya tanpa perintah, tanpa pamrih, semata karena cinta kepada ilmu dan kerinduan akan ridha Allah.

Aa Uje dikenal bukan hanya karena ketegasannya dalam mendidik, tetapi juga kelembutannya dalam membimbing. Ia sering memberikan hadiah kecil bagi santri-santri yang menunjukkan semangat dalam ibadah dan belajar.

> “Kadang saya kasih sarung, kadang baju koko. Untuk anak-anak yang rajin puasa sunnah, hafalan doa-doa pendek, atau mau jadi bilal saat Ramadhan,” tuturnya sambil tersenyum.

 

Hadiah-hadiah sederhana itu seperti sarung , baju Koko , minyak wangi , gelang , bukan semata benda, melainkan simbol kasih sayang seorang guru kepada murid-muridnya. Bagi para santri kecil, sarung pemberian sang guru bukan hanya kain, melainkan kehormatan, kebanggaan, dan doa yang melekat di tubuh mereka.

> “Ini sarung hadiah dari Aa Ustadz. Sarungnya bagus dan wangi. Tadinya nggak mau aku pakai, mau aku simpen aja, soalnya ini hadiah dari Aa Ustadz,” ujar seorang santri kecil polos, dengan mata berbinar.

Selain mengaji kitab dan memperdalam hafalan, Saung Kalong juga menjadi pusat kegiatan seni dan budaya Islam. Ada kelompok marawis dan hadroh, serta latihan silat yang rutin diikuti santri-santri muda. Mereka kerap diundang tampil dalam acara pernikahan, peringatan hari besar Islam, dan kegiatan masyarakat.

> “Kami tidak pernah mematok harga. Siapa saja boleh mengundang, cukup beri sodaqoh seikhlasnya. Yang penting anak-anak bisa berdakwah dengan cara yang diridhai Allah,” jelas salah satu pengurus tim hadroh.

 

Semangat kemandirian juga tumbuh di lingkungan ini. Melalui Rahayu Darma Store dikenal sebagai Saung Kalong Store, para santri memproduksi kaos dan merchandise bertema dakwah dan pesan moral. Salah satu alumninya kini menjadi penggerak utama rumah kreatif tersebut.

> “Dulu saya cuma bantu nyapu dan buat kopi untuk guru saya dan tamu-tamu Aa Uje. Sekarang saya ingin membalasnya lewat karya, agar nama Darus syifa’ul qolbi dan Saung Kalong tetap hidup dan bermanfaat,” ujar Aziz pelaku usaha sablon.

Perjalanan Saung Kalong telah melampaui satu dekade, berdiri sejak tahun 2007 dan terus hidup hingga kini, 2025. Di rumah sederhana di Cibodas Kidul RT 02 RW 05 Kelurahan Cibodas kecamatan Cibodas kota Tangerang Banten itu, kisah cinta antara guru dan murid terjalin begitu hangat. Banyak santri datang dari latar belakang berbeda ada yang yatim, ada yang pernah tersesat arah namun semuanya menemukan kembali makna kasih, disiplin, dan ketulusan di tempat ini.

Aa Uje tidak pernah membeda-bedakan siapa santrinya.

> “Di sini, anak jalanan bisa duduk sejajar dengan anak pejabat. Karena di hadapan ilmu, semua sama. Yang membedakan hanyalah adabnya,” tuturnya pelan, penuh makna.

Kini, para alumni Saung Kalong telah menyebar ke berbagai daerah. Sebagian melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren lain untuk memperdalam ilmu agama dan ilmu dakwah. Sebagian lainnya memilih mengabdikan diri di tengah masyarakat, membuka tempat pengajian di rumah masing-masing untuk anak-anak dan remaja. Semua dilakukan dengan izin, bimbingan, dan pantauan dari Aa Uje agar nilai-nilai adab, keikhlasan, dan cinta tetap menjadi ruh dalam setiap langkah mereka.

Menanggapi polemik yang menimpa pesantren di media massa, Aa Uje memilih untuk menenangkan, bukan menyalahkan.

> “Kita tidak perlu marah, cukup jadikan pelajaran. Karena tugas santri bukan mencaci, tapi memperbaiki. Bukan membalas dengan kata, tapi dengan adab,” ujarnya lembut.

 

Dari Saung Kalong di Cibodas Kidul, cahaya adab dan tata krama itu terus memancar bukan dari sorot kamera, melainkan dari ketulusan seorang guru kepada muridnya dan cinta para santrinya yang berkhidmat tanpa pamrih kepada gurunya.

Liputan ini menjadi pengingat, bahwa di tengah dunia yang semakin riuh oleh opini dan ego, masih ada tempat di mana adab dan cinta dijaga dengan sepenuh hati.

Hari Santri 2025 bukan sekadar peringatan, melainkan perenungan. Bahwa ilmu bukan diukur dari tinggi ucapan, melainkan dari seberapa rendah hati seseorang menunduk takzim di hadapan gurunya.

> “Ilmu takkan berkah tanpa adab. Karena sebelum berilmu, haruslah beradab.”

Team media

Reporter: GWI Banten Wartawan