Scroll Untuk Lanjut Membaca
Proyek RSUD Pakuhaji Diduga Sarat Kolusi, PT Baru Setahun Ditetapkan Sebagai Pemenang Tender

Tangerang ll gabungnyawartawanindonesia.co.id ll Senin, 20 Oktober 2025 –
Proyek pembangunan gedung lantai 4 pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, diduga sarat dengan praktik mufakat jahat antara pihak panitia tender, peserta, dan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Ketua Umum LSM Komite Pemantau Korupsi (LSM-KPK), Ilham Rokan, bersama pengamat hukum M. Aqil Bahri, S.H., menilai proses penetapan pemenang tender tersebut tidak sesuai ketentuan hukum dan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah.

“Kami menduga kuat telah terjadi pelanggaran serius dalam proses tender proyek RSUD Pakuhaji. PT Berkah Doa Ibu Selaras (BDIS) ditetapkan sebagai pemenang dengan nilai pagu Rp4 miliar lebih, padahal perusahaan ini baru berdiri setahun dan belum memenuhi syarat pengalaman kerja yang dipersyaratkan,” ujar M. Aqil Bahri, S.H. kepada sejumlah awak media di Kantor DPD GWI Provinsi Banten, Jalan Veteran, Kota Tangerang.

Aqil menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya Pasal 19 ayat (1) yang mengatur bahwa penyedia jasa wajib memiliki pengalaman pada subbidang sejenis untuk pekerjaan dengan nilai di atas Rp2,5 miliar.

Selain itu, menurut Aqil, proses tender juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena adanya dugaan kesepakatan yang mengarah pada praktik persaingan tidak fair.

Senada dengan itu, Ketua Umum LSM-KPK Ilham Rokan menambahkan, dari hasil analisis lembaganya, perusahaan pemenang tender PT BDIS mengajukan penawaran senilai Rp3.953.306.833, namun tidak memiliki rekam jejak proyek sejenis sebagaimana disyaratkan dalam dokumen lelang.

“Perusahaan ini baru berdiri tahun 2024 dan belum memiliki pengalaman kerja. Berdasarkan aturan, perusahaan baru yang belum berusia empat tahun wajib memiliki pengalaman kerja serupa untuk nilai proyek di atas Rp2,5 miliar. Karena itu, kami menilai proses tender ini cacat administrasi dan patut dibatalkan,” tegas Ilham.

Lebih lanjut, LSM-KPK bersama Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten berencana menggelar aksi damai di depan Kantor LPSE dan Inspektorat Kabupaten Tangerang. Mereka akan menyampaikan tuntutan pembatalan tender dan mendesak agar perusahaan pemenang dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist) serta dijatuhi sanksi sesuai ketentuan hukum.

Saat dikonfirmasi, M. Aqil Bahri, S.H. menjelaskan bahwa pihaknya telah mencoba melakukan komunikasi dengan pihak RSUD, panitia tender, dan PPK, namun tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.

“Kami sudah berupaya mengklarifikasi ke pihak terkait, namun hanya pihak dinas yang merespons dan meminta pertemuan, sementara pihak perusahaan justru menghindar,” ungkap Aqil.

Dugaan praktik mufakat jahat ini semakin kuat karena panitia tender disebut menggugurkan peserta lain, yakni PT Soewandi Sufindo, yang justru mengajukan penawaran lebih rendah hingga Rp700 juta, hanya karena alasan administratif yang tidak substansial. Peserta itu dinilai gugur karena “tidak melampirkan surat keterangan kinerja baik dan bukti setor BPJS tiga bulan terakhir”.

Padahal, menurut LSM-KPK, hal tersebut tidak seharusnya menggugurkan peserta jika tidak berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan pekerjaan.

“Panitia dan PPK jelas menutup mata terhadap ketentuan evaluasi yang objektif. PPK justru menyetujui hasil seleksi panitia tanpa keberatan, dan ini memperkuat indikasi adanya kolusi,” tambah Ilham.

LSM-KPK menilai, jika dugaan pelanggaran ini benar terbukti, maka tindakan tersebut memenuhi unsur Pasal 12 huruf i dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang mufakat jahat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Ilham menegaskan, lembaganya akan terus mengawal kasus ini dan menyerahkan bukti-bukti ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur.

Reporter: Jurnalis GWI