Jakarta |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Hubungan masyarakat (humas) mahkamah agung (MA), pada hari sabtu 11 oktober 2025. Penulis lebih banyak menyajikan pengalaman hidupnya sendiri, orang-orang terdekatnya, serta klien-nya
Pada 2006, Rhonda Byrne melalui buku “The Secret” mempopulerkan kembali konsep “law of attraction” yang telah dicetuskan sejak abad ke-19.
Law of attraction atau hukum ketertarikan pada pokoknya menjelaskan bahwa energi positif maupun negatif yang ada di pikiran kita akan menarik energi dari luar diri untuk masuk ke dalam diri. Sehingga pikiran positif akan “menarik” hal positif pula, dan sebaliknya pikiran negatif akan “menarik” kondisi negatif ke dalam diri kita.
Namun ternyata konsep law of attraction tidak cukup untuk membawa hal-hal hebat ke dalam diri kita, sehingga muncul konsep vibrasi sebagai accesoir (suplemen pelengkap) yang menjadi pembahasan utama buku Good Vibes, Good Life karya Vex King.
Buku ini memiliki judul asli Good Vibes, Good Life: How Self-Love is the Key to Unlocking Your Greatness yang kemudian diterjemahkan menjadi Good Vibes, Good Life: Bagaimana Mencintai Diri Sendiri Dapat Menjadi Kunci Pembuka Kehebatanmu.
Tidak seperti kebanyakan buku dengan genre Self-Improvement lainnya, buku ini tidak banyak mengutip kaidah atau scientific research yang njelimet dan menggunakan bahasa yang renyah sehingga menyenangkan untuk dibaca kapan pun, dimana pun, dan dalam kondisi apapun.
Kita tidak perlu menyiapkan meja, kursi dan segelas kopi serta memusatkan fokus untuk membaca dan memahami isi buku ini.
Penulis lebih banyak menyajikan pengalaman hidupnya sendiri, orang-orang terdekatnya, serta klien-nya, dimana setiap alunan kata yang disusun dari topik ke topik dan bab ke bab akan membuat pembaca merasa lebih dekat dan lebih merasa ada kesamaan dalam hidup.
Konsep hukum vibrasi yang pernah dipaparkan oleh Napoleon Hill pada bukunya Think and Grow Rich pada tahun 1937, menjadi topik utama pembahasan buku ini.
Namun alih-alih memberikan penjelasan ulang mengenai konsep hukum vibrasi tersebut, Vex King (penulis buku ini) lebih tertarik untuk menyajikannya dalam bentuk “sharing” pengalaman hidup.
Hal yang lebih menarik adalah, penulis tidak memberi kesan menggurui para pembaca dengan menjadi “manusia sempurna”, bahkan ia tidak ragu menyebutkan berbagai kebodohan yang pernah dilakukannya di masa lalu yang kemudian dikemas dengan apik untuk menghasilkan suatu pandangan baru dalam menghadapi masalah kehidupan.
Buku ini terdiri dari 7 bab. Ia memulai dengan sedikit penjelasan mengenai kepingan yang hilang dari konsep law of attraction dan menawarkan konsep hukum vibrasi untuk melengkapinya.
Penulis kemudian memaparkan beragam unsur yang melingkupi vibrasi positif melalui kisah hidup dan anjuran untuk berada dalam lingkaran orang-orang yang memancarkan vibrasi positif (positive vibes) dalam bab kedua.
Penulis nampaknya memahami betul analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and threats) sehingga tidak cukup hanya dengan memaparkan unsur-unsur yang membangun vibrasi positif, ia juga memaparkan beragam weaknesses yang dapat merintangi proses pembangunan positive vibes tersebut dalam bab ketiga dan keempat bukunya.
Pada bab kelima dan keenam, penulis menekankan pentingnya mindset dan tindakan yang harus dilakukan untuk mempertahankan positive vibes secara konsisten.
Pada bab akhir buku ini, Vex King kemudian mengajak pembaca kepada tujuan hidup manusia, yaitu mendapatkan kebahagiaan sejati dalam hidup, yang akan didapatkan jika kita berhasil menerapkan vibrasi positif secara konsisten dalam kehidupan.
Positif Vibes dan Kaitannya Dalam Penguatan Integritas
Vex King memaparkan konsep hukum vibrasi yang berkaitan erat dengan penjelasan bahwa segala sesuatu di dunia ini tersusun dari atom, dan setiap atom merupakan getaran (vibrasi) kecil.
Atom-atom yang tersusun masing-masing menghasilkan getaran (vibrasi) kecil, menjadikannya terkoneksi satu sama lain melalui getaran tersebut.
Kata vibrasi ini kemudian populer dengan istilah vibes. Vibes yang positif lahir dari energi yang positif, sebaliknya vibes yang negatif lahir dari energi yang negatif pula, dan energi (vibes) tersebut menular, karena segala sesuatu di dunia ini memiliki energi.
Meskipun sering tidak disadari, vibes antar manusia satu sama lain akan saling mempengaruhi. Sehingga menjadi penting untuk memastikan diri berada di sekeliling orang-orang positive vibes dalam upaya mempertahankan vibrasi positif dalam diri.
Anggap saja integritas itu termanifestasi dalam bentuk energi, maka vibrasinya akan menular. Artinya, memastikan diri berada di lingkungan orang-orang berintegritas tinggi akan turut membantu vibrasi integritas kita menguat.
Maka menjadi penting untuk memastikan circle yang kita bangun terdiri dari orang-orang yang berintegritas tinggi pula.
Namun, bagaimana jika kita terlanjur rutin bergaul dengan orang-orang bervibrasi (berintegritas) rendah? dengan mengambil langkah-langkah yang dianjurkan oleh penulis buku, maka kita harus berani membangun benteng tebal yang memisahkan hubungan relasi kita dengan orang-orang yang berintegritas rendah.
Tidak peduli orang lain memberikan stigma negatif kepada kita, seperti anti sosial, sok suci, dan sejenisnya, sebab akan sulit mempertahankan vibrasi positif (energi integritas) dengan berada di sekeliling orang-orang bervibrasi negatif (nir-integritas).
Ketika benteng tebal itu sudah terbangun kokoh dan kita yakin integritas kita tidak akan tergoyahkan, baru secara perlahan kita coba menjalin kembali pertemanan itu untuk menularkan vibrasi positif (energi integritas) kepada orang lain.
Peresensi jadi teringat dengan suatu perumpamaan, “berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu ikut wangi, berteman dengan pandai besi akan membuatmu berbau sangit bahkan hingga membakar bajumu”.
(Red/Sumber Penulis : Ahmad Rafuan)