Scroll Untuk Lanjut Membaca
SKANDAL IRIGASI RP 1,8 MILIAR DI GUNAMEKAR KADES HILANG, CAMAT BUNGKAM, PENGAWASAN LUMPUH

Garut Bungbulang,gabungnyawartawanindinesia.co.id – Proyek pembangunan saluran irigasi di Desa Gunamekar, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, senilai Rp 1,8 miliar dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat tahun 2024, kini menuai kecaman keras. Baru dua bulan rampung, bangunan sudah ambruk dan tak bisa difungsikan. Sabtu, 20-09-2025.

Ironisnya, proyek yang seharusnya meningkatkan produktivitas pertanian warga ini dikerjakan tanpa papan informasi, sehingga publik tidak pernah tahu siapa pelaksana dan bagaimana rincian anggaran digunakan. Kondisi ini menyalakan tanda bahaya atas dugaan penyimpangan serius.

Kepala Desa Gunamekar, Evie Eryani, S.H., yang seharusnya bertanggung jawab, justru hilang bak ditelan bumi. Nomor telepon tidak aktif, pesan tidak dibalas, bahkan awak media yang mencoba konfirmasi mengaku justru diblokir. Diamnya kepala desa semakin memperkuat dugaan adanya praktik penyalahgunaan anggaran.

Tidak berhenti di situ, Camat Bungbulang, Benni Yandiana, S.Sos., yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, justru berkilah tidak mengetahui siapa pelaksana proyek. Dalih bahwa posisi Kasi PMD kosong lebih dari setahun dinilai publik sebagai bentuk pembiaran. Bahkan, setelah kasus ini ramai diberitakan, Camat memilih bungkam dan memblokir kontak awak media yang meminta klarifikasi.

Padahal, menurut PP No. 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Camat memiliki kewajiban melekat untuk melakukan pembinaan, pengawasan, serta melaporkan dugaan penyimpangan.

Kelalaian ini jelas mencederai prinsip akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Publik kini mendesak Kejaksaan Negeri Garut, Inspektorat Daerah, hingga KPK untuk segera turun tangan. Skandal Gunamekar bukan sekadar proyek gagal, melainkan potret rapuhnya sistem pengawasan pemerintah, di mana uang rakyat miliaran rupiah menguap sia-sia tanpa pertanggungjawaban.

Berdasarkan PP No. 12 Tahun 2017, Camat Bungbulang terindikasi melakukan pelanggaran :

1. Lalai melaksanakan pengawasan. Pasal 19: Camat wajib mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk penggunaan keuangan. Fakta proyek tanpa papan informasi dan rusak sejak awal menunjukkan kelalaian serius.

2. Tidak melakukan pembinaan. Pasal 5–6, Camat bertugas membina kepala desa agar transparan dan akuntabel. Pernyataan “tidak tahu pelaksana proyek” adalah bentuk kegagalan pembinaan.

3. Tidak melaporkan dugaan penyimpangan. Pasal 21: Camat wajib melaporkan ke bupati/inspektorat jika ada indikasi penyimpangan. Alasan “Kasi PMD kosong” bukan pembenaran, melainkan bentuk pembiaran.

4. Melanggar prinsip akuntabilitas. Pasal 2: Pemerintahan desa harus menjunjung asas akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas. Camat gagal menjamin hal tersebut.

Kasus Gunamekar memperlihatkan bukan hanya gagalnya proyek Rp 1,8 miliar, melainkan juga gagalnya pengawasan di level kecamatan. Dengan kelalaian pembinaan, pengawasan, serta pelaporan, Camat Bungbulang berpotensi terjerat sanksi administratif bahkan hukum jika pembiaran ini terbukti merugikan keuangan negara.

Reporter : ASB

Reporter: Jurnalis GWI