
Aceh |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Ketua Relawan Prabowo (REPRO) Aceh Singkil, Jaruddin, M.M., melontarkan pernyataan keras terhadap perusahaan-perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) di Aceh Singkil yang hingga hari ini belum melaksanakan kewajiban mereka dalam membangun kebun plasma untuk masyarakat.
Jaruddin menyebut praktik ini sebagai bentuk penindasan ekonomi sistemik yang dilakukan dengan kedok investasi legal. Lebih parahnya lagi, menurutnya, negara terkesan membiarkan situasi ini terus berlangsung tanpa kehadiran hukum yang adil.
> “Kami mendukung penuh Presiden Prabowo, tapi dukungan kami bukan berarti diam melihat rakyat diinjak-injak. Presiden harus tahu, di Aceh Singkil, banyak perusahaan HGU yang rakus dan tidak berperikemanusiaan. Plasma tidak dibangun, rakyat tak diberi hak, hanya jadi penonton di atas tanah sendiri,”** ujar Jaruddin dalam konferensi pers, Kamis (19/9/2025).
Tanah Rakyat Dikuasai, Kesejahteraan Diabaikan Menurut data yang dihimpun REPRO Aceh Singkil, puluhan ribu hektare lahan dikuasai oleh perusahaan sawit, namun kewajiban membangun kebun plasma sebesar minimal 20% dari luas HGU hampir seluruhnya diabaikan. Akibatnya, masyarakat sekitar tidak mendapatkan bagian manfaat yang seharusnya menjadi hak mereka secara hukum.
> “Apa gunanya negara hadir kalau rakyat dibiarkan miskin di tengah kekayaan yang dikeruk setiap hari oleh perusahaan? Ini bukan investasi, ini perampokan berseragam legalitas,” kecam Jaruddin.
REPRO Aceh Singkil secara resmi menyampaikan empat tuntutan utama kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah penyelamatan terhadap keadilan agraria dan wibawa negara : 1.Memberikan sanksi tegas dan mencabut izin HGU dari perusahaan yang terbukti tidak menjalankan kewajiban plasma.
2.Mengembalikan lahan kepada masyarakat dan Pemerintah Aceh sebagai bentuk pemulihan hak dan kepercayaan publik.
3.Melakukan audit nasional terhadap seluruh HGU di Indonesia, dengan Aceh Singkil sebagai daerah prioritas karena tingkat pelanggaran dan konflik agraria nya tinggi.
4.Menginstruksikan percepatan implementasi UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh) agar masyarakat Aceh mendapat keadilan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam.
Presiden Harus Turun Tangan, Bukan Diam
Jaruddin menyampaikan bahwa dukungan kepada Presiden Prabowo bukanlah bentuk fanatisme kosong, melainkan harapan atas hadirnya kepemimpinan yang tegas dan berpihak pada rakyat kecil.
> “Kami tidak akan diam ketika rakyat dijadikan korban kerakusan korporasi. Kami yakin Presiden Prabowo punya nyali untuk melawan mafia tanah dan korporasi rakus. Tapi jika tidak bertindak sekarang, maka rakyat akan menyimpulkan sendiri: bahwa negara telah dikalahkan oleh modal,” ucapnya.
Aceh singkil rawan konflik : Jangan tunggu ledakan sosial, ketua REPRO juga memperingatkan. Bahwa situasi ketimpangan di aceh singkil sudah sangat mengkhawatirkan. Ketimpangan akses terhadap lahan, ketidakpatuhan perusahaan, dan ketiadaan tindakan dari pemerintah berpotensi menjadi **bom waktu konflik sosial.
> “Kami tidak ingin konflik. Tapi jika rakyat terus di permiskin kan, lalu siapa yang bisa menjamin mereka tidak akan bangkit dengan caranya sendiri? Negara harus hadir sebelum semuanya terlambat,” tegas Jaruddin.
UUPA Harus Ditegakkan, Bukan Dijadikan Simbol Politik REPRO Aceh Singkil juga menekankan pentingnya penegakan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai pijakan hukum daerah yang sah dan diakui negara. Menurut Jaruddin, hingga hari ini, pelaksanaan UUPA di bidang pengelolaan lahan dan sumber daya alam masih lemah dan terkesan diabaikan oleh pusat.
> “UUPA bukan sekadar simbol otonomi. Ia adalah senjata hukum rakyat Aceh. Jika tidak ditegakkan, maka janji damai hanya jadi formalitas. Jangan jadikan UUPA sebagai alat kampanye yang dilupakan saat kekuasaan sudah diraih,” ujar Jaruddin lantang.
Di akhir penyampaiannya, Jaruddin memberikan peringatan tegas namun berlandaskan cinta tanah air, bahwa rakyat Aceh Singkil tidak akan tinggal diam bila ketidakadilan ini terus berlangsung.
> “Kami rakyat kecil masih punya kesabaran, tapi jangan uji terlalu jauh. Jangan paksa rakyat melawan negara karena negara tak hadir membela mereka. Prabowo harus hadir, dan hadir dengan ketegasan, bukan basa-basi,” tutup Jaruddin.
Catatan redaksi: aceh singkil, merupakan wilayah dengan potensi agraria besar namun masih menghadapi ketimpangan struktural yang parah. Puluhan perusahaan sawit memegang konsesi lahan HGU, namun kewajiban membangun plasma bagi masyarakat sering diabaikan. Situasi ini memicu keresahan masyarakat dan semakin menguatkan desakan kepada Presiden Prabowo untuk segera bertindak demi keadilan agraria dan keberpihakan pada rakyat kecil.
(Pasukan Ghoib/Sumber : Syahbudin Padang-Aceh Singkil)
Reporter:
Perwakilan GWI Aceh