Jalarta |gabungnyawartawanindonesia.co.id.- Pada hari sabtu 6/9/2025, angin perubahan kembali berembus dari Senayan, dalam sepekan terakhir. Publik menyaksikan pemandangan yang jarang terjadi, yakni parlemen dan partai politik dipaksa tunduk pada suara rakyat. Bukan sekadar retorika, tetapi fakta nyata yang tercatat dalam sejarah politik Indonesia.
“Ini bukan lagi slogan, kedaulatan benar-benar mulai kembali ke tangan rakyat”. Ujar, Influencer dan Pengamat Politik Salsa Erwina kepada awak media dan pengurus YPJI (Yayasan Peduli Jurnalis Indonesia). Melalui daring yang diadakan PPHI, dimana ia menilai dan melihat langsung geliat baru ini dalam demokrasi Indonesia.
Sejumlah peristiwa menjadi penanda, pertama. Pemecatan lima anggota parlemen karena menghina masyarakat, biasanya. Pergantian antar waktu (PAW) lebih sering terjadi karena kasus korupsi, namun kali ini. Tekanan Publik begitu kuat, hingga sanksi terberat dijatuhkan.
“Untuk pertama kalinya, Publik membuktikan bahwa kursi parlemen hanyalah titipan. Jika berkhianat, mandat itu bisa dicabut kapan saja,” kata Salsa Erwina.
Gelombang tekanan juga berhasil menggagalkan rencana tambahan tunjangan bagi anggota DPR, usulan tunjangan rumah dan perjalanan dinas luar negeri yang selama ini sulit dibendung, kali ini runtuh oleh kekompakan rakyat.
Bahkan, Partai Demokrat secara terbuka menyatakan penolakan terhadap fasilitas baru tersebut, suatu sikap yang jarang muncul tanpa adanya dorongan besar dari masyarakat.
Di sisi lain, suasana reformasi 1998 seakan terulang. Mahasiswa kembali diizinkan hadir dalam sidang parlemen, bahkan prosesnya disiarkan secara langsung.
Transparansi yang lama hanya menjadi jargon, kini mulai menemukan jalannya.
Namun gerakan ini tidak sepenuhnya menutup pintu bagi pemerintah.
Salsa menegaskan, rakyat siap mendukung setiap kebijakan yang berpihak pada kepentingan Publik. Tetapi pesan yang lebih keras juga disampaikan, ketika elit politik lebih mementingkan dirinya sendiri rakyat siap mengubah mereka menjadi lawan.
“5 (Lima ) anggota parlemen yang dipecat adalah simbol. Mereka mengingatkan semua pihak bahwa rakyat adalah bos, dan wakil rakyat hanyalah karyawan,” tegas Salsa.
Sejarah baru demokrasi Indonesia pun mulai ditulis. Bagi sebagian orang, ini mungkin baru langkah kecil. Namun bagi banyak lainnya, momentum ini adalah tanda bahwa keserakahan elit tidak lagi bisa berjalan tanpa perlawanan.
“Gerakan rakyat kali ini baru awal. Tapi jelas, Publik sudah membuktikan bahwa ketika bersatu, suara mereka bisa mengalahkan siapa pun,” pungkas Salsa Erwina.
(Rls/Tim/Red)